Wednesday, December 21, 2011

Melirik laba optik yang makin ciamik

Mencermati tawaran waralaba Optik Firsttolia asal Malang

Bukan hanya sebagai alat bantu bagi orang yang mengalami cacat mata, kini kacamata juga menjadi bagian dari fesyen. Sebagian orang pun, sering menyesuaikan kacamata yang dikenakan dengan baju atau tren yang sedang berkembang.

Melihat ceruk bisnis yang menjanjikan ini, Sugianto Akhmad Sudir membuka tawaran waralaba Optik Firsttolia, miliknya, sejak bulan lalu. Gerai optik asal Malang, Jawa Timur ini sudah beroperasi sejak 1996. Kini, Sugianto sudah mengoperasikan lima gerai Optik Firsttolia.

Menurut Sugianto, bisnis optik cukup menguntungkan. "Selain tren permintaan yang meningkat, kuantitas optik resmi di Indonesia juga masih kurang," ujarnya.

Ia pun menyiapkan beberapa paket investasi, antara lain Paket Silver Rp 250 juta, Paket Gold Rp 350 juta dan Paket Platinum Rp 425 juta. Selain itu, ada juga Paket Emerald Rp 640 juta dan Paket Diamond Rp 850 juta.

Setelah memilih paket tersebut, mitra tinggal menyiapkan tempat usaha. Sedangkan, semua peralatan, perlengkapan dan produk yang akan dijual sudah disiapkan Sugianto. "Perbedaan dari tiap paket terletak pada produk frame kacamata yang dijual, semakin tinggi paket yang diambil semakin mahal harga frame-nya," ujarnya.

Dari paket investasi tersebut, Sugianto menjamin, mitra bisa meraup omzet sekitar Rp 30 juta hingga Rp 120 juta per bulan, dengan royalty fee sebesar 7% dari omzet. Modal mitra pun bisa kembali dalam waktu 16 hingga 20 bulan.


Banyak kelebihan

Mitra Optik Firsttolia pun tak perlu khawatir kalah bersaing dengan optikal yang mengusung nama besar dan terkenal. Pasalnya, jelas Sugianto, kualitas produk yang dipajang setara. "Kami juga menjual kacamata merek ternama seperti optik besar,' ujarnya.

Bukan itu saja, Sugianto menyediakan produk frame dengan rentang harga yang cukup lebar. Paket termurah kacamata plus lensa berharga Rp 75 ribu. Sedangkan, kacamata termewah berbanderol hingga puluhan juta.

Tak hanya kelengkapan produk, Optik Firsttolia juga menawarkan pelayanan yang cepat dan memuaskan. Sugianto bilang, jika di optik lain butuh waktu sekitar satu jam untuk menyiapkan kacamata konsumen, di optiknya, konsumen hanya perlu menunggu 20 menit untuk menerima kacamata pesanannya.

Selain itu, Optik Firsttolia juga memiliki layanan dengan mobil. Jadi, karyawan optik bisa mendatangi beberapa kawasan perkantoran untuk menawarkan jasanya.

Walau belum memiliki mitra, Sugianto optimistis bisa merangkul banyak mitra. Ia menargetkan, bisa membuka 40 gerai milik terwaralaba hingga akhir tahun 2012.

Sementara itu, Erwin Halim, Pengamat Waralaba dari Proverbs Consulting, menilai tawaran waralaba optik kacamata ini cukup menarik. Meski harus bersaing dengan pemain besar, Firsttolia tetap punya peluang mengingat pasar optik sangat besar. "Selama ini, pasar optik juga belum tergarap secara maksimal," imbuhnya.

Kendati peluang terbuka, menurut Erwin, Firsttolia juga punya tantangan besar. "Tak mudah bagi Fisrttolia untuk merangsek ke kota besar dan bersaing dengan optik papan atas tersebut, terlebih publik kota belum terlalu mengenal nama optik ini," ujarnya.

Karena itu, pemilik optik harus memberikan nilai tambah dan keunikan kepada pelanggan, yang tak bisa diberikan oleh pemain besar. "Itu yang harus dilakukan supaya bisa bersaing," saran Erwin.

Optik Firsttolia
Jl. Basuki Rahmat No. 56B
Malang, Jawa Timur
Telp 0341-325369
HP. 08123384622

Sumber   : Kontan, Fahriyadi
                Rabu, 21 Desember 2011

Friday, December 16, 2011

Tersengat Pedasnya Laba Pecel Bu Tari Menengok tawaran kemitraan Pecel Ponorogo Bu Tari asal Surabaya


Menengok tawaran kemitraan Pecel Ponorogo Bu Tari asal Surabaya
 Pecel adalah makanan tradisional asal Jawa Timur. Sajian ini terdiri dari berbagai macam sayuran, seperti bayam, tauge, kacang panjang, kemangi, kembang turi, kemangi, dan sayuran lainnya yang kemudian diguyur sambal kacang.

Menu sehat ini pun bisa menjadi bisnis yang menggiurkan. Maklum, makanan tradisional ini memang punya banyak penggemar. Tengok saja gerai Pecel Ponorogo Bu Tari. Selalu ada pengunjung yang datang untuk menikmati pecel beserta lauk-pauknya

Melihat peluang dari banyaknya pelanggan, Muhammad Agung Dwi Putra, pemilik yang juga anak Bu Tari pun menawarkan kemitraan Pecel Ponorogo Bu Tari. Nilai investasi untuk membuka gerai ini mencapai Rp 55 juta.

Dengan investasi ini, mitra sudah mendapatkan peralatan dan perlengkapan lengkap, termasuk promosi (papan nama) brosur 1.500 lembar, 12 pasang seragam, software keuangan dan komputer. "Jangka waktu perjanjian selama lima tahun," kata Agung.

Sayangnya, paket investasi belum termasuk biaya transportasi dan akomodasi untuk survei, biaya sewa tempat, pajak serta perijinan. Alhasil, calon mitra pun harus menyiapkan dana tambahan untuk berbagai keperluan itu. Agung pun berharap, mitra menyediakan lokasi gerai dengan ukuran 12x5 m2.

Balik modal 10 bulan

Nama ponorogo sengaja ditampilkan untuk menekankan kekhasan pecel ini. Apalagi, di Jawa Timur, sudah banyak orang yang mengenal gerai Pecel Ponorogo Bu Tari. Agung pun optimis, mitra bisa memikat banyak pengunjung dengan brand pecel ponorogo ini sudah terkenal.

Ada 15 menu yang disajikan di gerai Pecel Ponorogo Bu Tari. Selain dengan nasi, pengunjung bisa menyantap pecel berteman lontong, tepo ponorogo, sate ayam ponorogo, Menjanjikan omzet hingga Rp 1,5 jutaper hari.Karena peceladalah sajiantradisional, mitraharus melakukanadaptasi rasa.lontong tahu, dan lainnya. Di Surabaya, banderol harga berbagai menu ini berkisar Rp 6.000 hingga Rp 15.000.

Saban hari, Agung menjanjikan, mitra bisa memperoleh omzet hingga Rp 1,5 juta atau omzet sebesar Rp 45 juta per bulan. Diis, usaha kemitraan ini akan balik modal selama 10 bulan.

Saat ini, Pecel Ponorogo Bu Tari yang berdiri sejak 2003, sudah membuka dua cabang baru. Sedangkan, mitra yang bergabung sudah berjumlah lima orang. Mereka membuka gerai di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Malang, dan Medan.

Menurut Erwin Halim, Pengamat Waralaba, prospek gerai Pecel Ponorogo Bu Tari cukup bagus. "Mereka bisa berkembang hingga lima mitra, itu cukup bagus. Pasalnya, pecel adalah makanan tradisional," tutur Erwin.

Namun, Erwin mengingatkan, jika mitra ingin membuka gerainya di Jakarta atau kota besar lainnya, di luar Jawa Timur, sebaiknya melakukanadaptasi rasa. Soalnya, boleh jadi, tak setiap orang mengenal pecel.

Apalagi, di kota-kota luar Pulau Jawa Mitra perlu melakukan edukasi pasar terlebih dulu, supaya sajian ini dikenal masyarakat. "Seperti kalau buka di Papua, apakah pecel itu akan laku? Pecel ini berbeda dengan nasi padang yang sudah banyak dikenal masyarakat di seluruh daerah," ujar Erwin.

Kompleks Perkantoran
Bumi satria kencana
JL. KH Noer 4
Kalimalang, Bekasi
Telp. (021) 88950934

Sumber   : Kontan, 16/12/2011
Fitri Nur Arifenie

Thursday, December 15, 2011

Tidak Cukup Lagi Mengandalkan Rasa


Bisnis restoran dan kedai masih akan tumbuh seiring kondisi perekonomian yang stabil



Diantara sekian jenis bisnis, bisnis makanan adalah bisnis yang paling gampang ditemui. Selain karena makan adalah kebutuhan pokok, menyantap sesuatu ini juga berkaitan dengan selera bahkan budaya suatu masyarakat.
Sangking populernya bisnis makanan, Pengamat Waralaba dari Proverb Consulting Erwin Halim menyebut, waralaba bisnis makanan mencapai pertumbuhan paling tinggi tahun ini, yaitu antara 10%-15%. Setelah bisnis makanan, bisnis pendidikan menepati posisi kedua sebagai bisnis yang paling gencar pertumbuhan waralabanya. Tahun depan, Erwin masih optimistis bisnis makanan masih akan memimpin.
Hengky Eko Sriyanto, pemilik usaha Bakso Malang Kota Cak Eko, memperkirakan, bisnis kuliner di 2012 masih bakal bertumbuh pesat. Proyeksi Hengky yang juga salah satu pendiri Rhenald kasali School for Entrepreneur ini tak berbeda dengan Erwin. Menurut dia, bisnis kuliner 2012 bakal tumbuh sekitar 15%. “Ada 300 merek bisnis kuliner baru di 2012 dan di 2012 masih akan terus muncul merek baru. Persaingan bakal kian ketat,” tandas dia.
Setidaknya ada tiga faktor yang menopang pertumbuhan bisnis kuliner di tahun mendatang. Pertama,pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sehat alias tidak teroengaruh sentiment negatif dari krisis Eropa. Kedua, inflasi diproyeksikan bakal tetap rendah, kurang 4%. Alhasil daya beli masyarakat akan meningkat terhadap bisnis kuliner yang harganya cenderung tidak bergerak naik.
Ketiga, suku bungan yang mini akan memberikan dampak positif terhadap para pelaku usahanya. Seiring penurunan suku bunga acuan, bunga pinjaman di perbankan juga akan turun. Tentu, kondisi ini mnguntungkan pengusaha, terutama mereka yang ada di kelas kecil dan menengah. “Diharapkan makin memudahkan usaha,” papar Erwin yang juga mengelola situs 1000pengusaha.com.
Selain pemain lokal, peningkatan daya beli masyarakat dan jumlah penduduk yang besar menjadi indonesis pasar yang empuk bagi pemain asing Henky meramal, tahun depan pebisnis kuliner asing akan terus membanjiri pasar lokal. Ia menduga, kuliner asal Malaysia dan Thailand bakal menjadi competitor kuat bagi bisnis kuliner di tanah air.
Ketua Bidang Pembinaan Restaurant, Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia(PHRI), Soedihartono mengatakan, sepanjang 2011, kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, masih menjadi kantong-kantong utama pertumbuhan bisnis kuliner. Maklum, lantaran pendapatan lebih besar, masyarakat dimkota besar lebih gampang merogoh kocek untuk makan diluar rumah.
Meski begitu, bukan berarti wilayah luar kota besar dan luar Jawa tak potensial. Eka Agus Rachman, General Manager Communications PT pendekar Bodoh, pengelola jaringan restoran D’Cost menyebut Medan, Pekanbaru, Padang, Palembang, Balikpapan, Samarinda, dan Manado termasuk kota yang potensial untuk bisnis kuliner. Diluar itu, daerah tujuan wisata, seperti Nusa tenggara Barat, Juga menarik.
Siapa Bertahan?
Meski sepakat tahun 2012 masih akan menjanjikan proses cerah, para pengamat entrepreneurship dan pelaku bisnis kuliner menilai, tak segampang membalik telapak tangan untuk bisa bertahan. Erwin menyebut, pebisnis kelas mengengah keatas dengan modal minimal Rp 300 juta paling mungkin mempertahankan eksistensi usahanya.
Alasan Erwin, dengan modal besar biasanya pebisnis sudah detail memikirkan standart operating procedur(SOP), pemberdayaan sumber daya manusia, serta pengemasan mereknya, serta pengemasan mereknya. Tiga hal itulah yang menurut Erwin kadang luput diperhatikan oleh pebisnis kelas menengah ke bawah.
Henky menimpali, perkara konsep masih menjadi titik lemah para pengusaha bisnis kuliner di tanah air. Secara kuantitas, jumlah pemain bisnis kuliner memang terus menjamur. “Sayang, para pemain baru tersebut cenderung menjadi pengkut (follower) tanpa mempersiapkan konsep bisnis kuliner yang matang,” kritik Hneky. Tak heran, bisnis yang mereka kelola tak bertahan lama.
Sementara Eka mengatakan, jumlah masyarakat dengan komposisi menengah ke bawah yang lebih besar menjadi jaminan bahwa pasar di kelas tersebut juga besar. Oleh karenanya, Eka yakin, pengusaha restoran yang menyasar masyarakat menengah ke bawah akan lebih eksis tahun depan.


Kontan edisi Khusus Desember
Anastasia Lilin Yuliantina,
Dessy Rosalina pasaribu






                                                                                                                       

Wednesday, December 14, 2011

Jadi Pengusaha Sekolah Wirausaha


Menimbang waralaba sekolah wirausaha Diploma British International

Kontan, 14 Desember 2011, Ragil Nugroho
Anda mungkin sudah sering mendengar kursus atau lembaga pendidikan yang memberikan persiapan untuk memasuki dunia kerja. Namun bagaimana dengan pendidikan yang memberikan pendidikan dan pelatihan untuk menjadi pengusaha?

Tingginya minat untuk menjadi enterpreneu r ini memikat Diploma British International (DBI) untuk membuka kampus bagi calon pengusaha. DBI yang berpusat di Denpasar, Bali, ini berdiri sejak tahun 2009 dan mengusung kurikulum berbasis bahasa Inggris, entreprenetirship dan komputer.

Menurut Raul Haidin, Manajer Franchise DBI, kemampuan berbahasa Inggris, en-tvepreneurship dan komputer harus dimiliki seorang wirausaha muda agar bisa bersaing. Bahkan, ia mengklaim, mahasiswa yang mengikuti program ini dijamin dalam waktu sembilan bulan sudah bisa menguasai bahasa Inggris.

Untuk kurikulum entrepre-neurship atau kewirausahaan, DBI akan mengajarkan konsep kewirausahaan, perencanaan, tip menjalankan usaha hingga teknik bagaimana merangkul konsumen. DBI juga mengajarkan teknik pho toshop yang meliputi desain produk usaha, brosur, spanduk, dan logo.

Harus ada keunikan

Saat ini DBI sudah memiliki tiga kampus yang ada di Denpasar, Surabaya, dan Malang. Peserta didiknya merupakan mahasiswa yang sedang kuliah di jenjang Sl atau yang sudah menyelesaikan jenjang pendidikan tersebut.

Biaya pendaftaran di sekolah ini Rp 150.000. Selain itu, mahasiswa juga harus membayar uang buku sebesar Rp 300.000, seragam Rp 200.000, biaya gedung dan praktikum sebesar Rp 2 juta, serta uang SPP per bulan sebesar Rp 250.000.

Untuk memperluas jaringan, mulai tahun ini, DBI menawarkan konsep kerjasamaPersaingan ketat, usaha ini sulitmasuk Jabodetabek dan Jawa Barat.berupa/ra ncftise atau waralaba. Mitra yang berminat harus menyiapkan modal investasi awal sebesar Rp 330 juta untuk kerjasama selama lima tahun.

Biaya tersebut mencakup franchise fee sebesar Rp 70 juta, Rp 30 juta untuk biaya pra-operasional dan Rp. 230 juta digunakan untuk sewa gedung serta membeli perlengkapan, mulai dari desain bangunan hingga peralatan komputer. Mulai bulan ke tujuh, DBI juga menarik royalty fee sebesar 7% dari omzet per bulan. DBI Pusat akan menyediakan semua kurikulum dan fasilitas pengajaran.

Raul bilang, kalau mitra bisa menjaring sekitar 50 mahasiswa dalam satu tahun, maka akan memperoleh omzet Rp 282,5 juta per tahun. Jadi, "Waktu kembali modal sekitar dua tahun," ujarnya. Menurut Erwin Halim, Konsultan Waralaba dari Proverb Consulting, konsep kampus seperti ini untuk wilayah Jawa Timur dan sekitarnya memang masih cukup menarik. Namun, untuk bisa masuk ke Jabodetabek dan Jawa Barat akan sulit. "Kompetitor di Jakarta lebih banyak, salah satunya Entrepreneur University (EU)," ujarnya

Erwin juga bilang, jangka waktu satu tahun dalam pendidikan ini terlalu lama. Ia lebih setuju dengan konsep praktik langsung seperti yangditerapkan beberapa pendidikan dan pelatihan kewirausahaan yang sudah ada.

Namun, ia tetap melihat, prospek waralaba ini untuk berkembang tetap ada."Kuncinya harus ada konsep pembeda yang unik," tegasnya. Diploma British

International
Jl Kapten Agung No 17
Denpasar Pusat, Bali Telp. (0361)237367