Saturday, May 26, 2012

Bisnis donat masih tetap mantap


Donat adalah salah kudapan favorit masyarakat Indonesia. Berbentuk bulat dengan lubang di tengahnya, donat terkenal hingga pelosok negeri ini. 

Selain karena rasanya yang manis dan gurih, harga donat yang menjangkau kocek masyarakat menjadi alasan donat menjadi salah satu penganan favorit. Tak pelak, bisnis donat tetap mantap hingga kini. Hal ini terungkap dari sejumlah pewaralaba bisnis donat yang usahanya pernah diulas KONTAN sebelumnya.

Mereka mengaku usahanya mengalami pertumbuhan yang bagus setelah beberapa tahun terjun dan menekuni bisnis ini. Indikasinya, jumlah gerai dan mitra mereka yang semakin bertambah banyak. Berikut perkembangan bisnis donat mereka.

P-Do Donat Kentang
Usaha donat dengan nama P-DO kepanjangan dari Potato Donut yang bermarkas di Pulo Gadung Trade Center, Jakarta Timur ini berdiri tahun 2007 silam. Tak lama kemudian, P-DO menawarkan kemitraan.

Tak dinyana, peminatnya ternyata cukup banyak. Pada Juni 2010 silam, saat KONTAN mengulas tawaran kemitraan dari P-DO, mereka baru memiliki 10 gerai milik mitra dan 12 gerai milik sendiri. Namun tahun 2011 silam, jumlah gerai P-DO sudah mencapai 30 gerai dan pada tahun 2012 ini, P-DO sudah memiliki sebanyak 50 gerai. Dari jumlah tersebut, enam gerai di antaranya milik sendiri.

Fariko Ngantung, Kepala Marketing P-DO menuturkan, pihaknya beberapa tahun terakhir mengurangi jumlah gerai milik sendiri dari sebelumnya 12 gerai menjadi enam gerai. "Kami sengaja mengurangi gerai milik kami dan memberi kesempatan mitra untuk mengembangkan usaha mereka," papar pria yang akrab disapa Riko ini.

Saat ini, mitra P-DO tersebar di wilayah Jakarta, Depok, Bekasi, Cibinong, Bogor, Tangerang, Cileungsi dan Bandung. Rico bilang meningkatnya jumlah mitra P-DO tak terlepas dari strategi marketing yang baik.

Ia bilang, P-DO tetap berusaha mempertahankan kualitas rasa donat yang dijual. Selain itu, selama dua tahun lebih, P-DO tidak menaikkan harga donat sebesar Rp 2.000. "Jadi kami rela mengurangi untung asal harga tidak naik," papar Riko.

Bukan itu saja, P-DO juga tidak mengutak-atik biaya investasi bagi mitra tetap sebesar Rp 6 juta dan Rp 11 juta. Pada paket Rp 6 juta, terwaralaba tidak mendapatkan mixer pembuatan donat. Sementara pada paket Rp 11 juta mitra mendapatkan pelatihan pembuatan donat, booth, mixer pembuatan donat, penggorengan listrik, cool box, dan tempat displai donat.

Kunci sukses lainnya, P-DO juga tetap menjadikan lokasi sebagai pertimbangan penting bagi calon terwaralaba. Selama ini, terwaralaba P-DO banyak membuka gerai di pusat perbelanjaan. Nah, di setiap pusat perbelanjaan hanya boleh ada satu gerai donat P-DO. "Kalau untuk kios, paling tidak radius jarak satu gerai dengan gerai lainnya sekitar 3 kilometer," kata Riko.

Donat Bakar
Kemitraan Donat Bakar yang berada di bawah bendera Java Donut juga berkembang. Pada April 2009 lalu, KONTAN sudah mengulas Donat Bakar. Saat itu, Donat Bakar memiliki 14 gerai.

Namun setelah berselang tiga tahun lebih, jumlah gerai Donat Bakar saat ini sudah menjadi 50 gerai, dua di antaranya adalah milik sendiri. Iwan Abu Shalih, pemilik Donat Bakar mengakui, sejatinya tidak semua mitranya mulus dalam menjalankan gerai.

Ia menuturkan, total seluruh gerainya dari tahun 2008 sebetulnya mencapai 73 gerai. Namun, sekitar 23 gerai tutup. "Ada beberapa yang berpikir usaha itu mudah, maunya instan sehingga tidak bisa bertahan," ujar Iwan.

Maka itu, ia tak segan memutuskan hubungan kerja sama jika si mitra tidak menjalankan kemitraan sesuai aturan main awal. Misalnya, membuka gerai baru tanpa sepengetahuannya. Kendati ada yang gulung tikar, Iwan bilang, seluruh mitranya yang bertahan hingga kini telah balik modal.

Menurut Iwan, penambahan jumlah mitra paling banyak berada di kawasan Solo, daerah asal Donat Bakar, juga Bekasi. Di luar Jawa, Donat Bakar berkembang di Samarinda dan Tarakan.

Harga paket yang ditawarkan Donat Bakar untuk perorangan masih sama, yakni paket senilai Rp 7 juta untuk kawasan Jawa. Mitra akan mendapatkan satu unit booth, peralatan masak, bahan baku untuk 100 donat, dan bermacam topping. Mitra juga akan dilatih mengembangkan bisnisnya termasuk berpromosi.

Selain paket Rp 7 juta, kini Iwan juga menambahkan tawaran paket bagi yang sudah memiliki booth sendiri, dengan investasi Rp 5 juta per paket.

Bagi mitra yang berada di luar Jawa, Iwan masih menawarkan paket investasi untuk menjadi koordinator wilayah. Tapi harganya telah naik. Dulu harga koordinator luar Jawa sebesar Rp 27,5 juta, kini telah menjadi Rp 30 juta. Berbeda dengan mitra di Jawa yang mendapatkan pasokan bahan baku dari Iwan, mitra yang berada di luar Jawa akan dibantu untuk memproduksi sendiri donatnya.

Harga donat yang dijual pun masih sama, yakni Rp 2.500 hingga Rp 5.000 per donat. Namun, ada pula mitra yang menambahkan harga Rp 500 - Rp 1.000 per donat dari harga standar, misalnya yang berada di kawasan Jakarta dan luar Jawa.

Kini Iwan tidak lagi agresif mencari mitra. Ia lebih fokus menjaga dan mengembangkan usaha mitranya. Itu sebabnya, ia hanya menargetkan penambahan jumlah mitra sebanyak 3 mitra saja di tahun ini. "Tujuan saya orang yang tidak punya usaha supaya bisa bekerja. bukan sekadar mencari investor," ujar Iwan.

Donat Madu Cihanjuang
Mulai berdiri sejak Mei 2010 di Cimahi, Donat Madu Cihanjuang menawarkan kemitraan sejak 2011 lalu. Pada Agustus 2011, tatkala KONTAN mengulas tawaran kemitraan gerai donat milik pasangan Ridwan Iskandar dan Fanina Nisfulaily ini, mereka baru memiliki empat mitra yang berada di Jabodetabek.

Kala itu, investasi yang ditawarkan sekitar Rp 10 juta untuk hak penggunaan mereka Donat Madu Cihanjuang dan mitra dipersilakan memenuhi peralatan operasional sendiri yang diperkirakan menelan biaya hingga Rp 20 juta.

Donat Madu hanya menyediakan bahan baku awal yang bisa ditebus dengan nilai Rp 7,5 juta untuk keperluan satu bulan. Dengan harga jual Rp 3.000 per potong, mitra bisa meraup omzet sekitar Rp 900.000 per hari atau Rp 27 juta per bulan dengan balik modal antara lima sampai enam bulan.

Sekarang, Donat Madu Cihanjuang telah berkembang cukup pesat dalam waktu kurang dari setahun. Fanina Nisfulaily mengatakan, kini ia telah memiliki 14 gerai milik mitra dan enam milik sendiri. Gerai donatnya tersebut tersebar mulai dari Jabodetabek, Bandung, bahkan hingga Bali. "Responsnya cukup bagus sejauh ini," katanya.

Tapi, menurut wanita yang akrab disapa Nina ini, investasi yang ditawarkannya kini berubah naik menjadi Rp 20 juta. Untuk peralatan, mitra masih dibebaskan untuk menyediakannya sendiri. Menurut perhitungannya biaya peralatan itu mencapai Rp 25 juta untuk tiap gerai. 'Tak menutup kemungkinan biayanya bisa dua kali lipat jika mitra memilih peralatan yang bagus," imbuhnya.

Ia mengakumulasi jika ditambah bahan baku awal maka investasi minimum membuka gerai Donat Cihanjuang berkisar Rp 50 juta. Dari situ, Nina memprediksi omzet mitra bisa mencapai Rp 40 juta per bulan jika lokasinya strategis. "Dalam tiga sampai lima bulan sudah bisa balik modal," katanya.

Ia juga mengaku tak ada royalty fee yang diterapkan gerai donatnya ini. Dus, Nina memastikan omzet mitra menjadi lebih besar dengan kebijakan tersebut.

Soal variasi produk, Donat Madu terbilang beragam. Saat ini, Donat Madu sudah memiliki 60 variasi donat yang tiap gerai berbeda-beda tergantung selera pasar yang berkembang di daerah itu.
Kuncinya Kualitas Rasa dan Variasi Produk
MENYANTAP donat sembari menyeruput kopi pasti terasa nikmat. Apalagi, jika kegiatan tersebut telah menjadi rutinitas setiap hari sebelum melakukan aktivitas. Maka tak heran, bila gerai donat di mal atau pinggir jalan selalu ramai diserbu pengunjung.
Erwin Halim, Konsultan Waralaba dari Proverb Consulting mengatakan, pertumbuhan bisnis donat tak terlepas dari pangsa pasar donat yang besar di Indonesia. Terutama bisnis donat dengan investasi rendah dan terjangkau, “Apalagi prosuk jenis makanan masih menempati peringkat teratas jenis produk yang paling diminati ,”ujarnya.
Ia bilang, kemitraan donat dengan investasi rendah membuat orang berani membuka bisnis ini. Alasannya, biaya investasi yang rendah dapat menjangkau kocek sebagian besar masyarakat. Selain itu, resiko yang di ambil juga tidak terlalu besar.
Tapi agar pemain di bisnis ini dapat bersaing, mereka harus melakukan inovasi produk serta selalu menawarkan sesuatu yang baru dan berkualitas. Maka pelaku usaha sebaiknya rajin-rajin melakukan riset kecil-kecilan ke para konsumen, soal rasa donat macam apa yang mereka inginkan.
Sebab, bisnis makanan donat yang lebih menyasar kalangan menengah ke bawah, kualitas rasa produk lebih menjadi pegangan, berbeda dengan bisnis donat dengan investasi besar, konsumennya lebih mengutamakan suasana yang menyenangkan, baru kemudian kualitas produknya. “Konsumen dengan pangsa pasar kelas menengah ke atas lebih sensitif pada situasi. Sebagian besar konsumen tidak membeli donatnya, tapi suasanannya,”paparnya.
Sumber : Kontan 26 Mei 2012
Oleh Noverius Laoli, Fahriyadi, Revi Yohana







Saturday, May 19, 2012

Bisnis pendidikan anak masih menjanjikan



Pendidikan anak usia dini (PAUD) kini semakin dibutuhkan oleh para orang tua. Maklumlah, PAUD berperan penting dalam tahap perkembangan anak. Selain bermain, anak-anak diajari pendidikan dasar, seperti mengenal angka dan huruf.

Bekal pendidikan itu sangat penting bagi anak sebelum memasuki pendidikan lanjutan. Karena pentingnya peran PAUD itu, banyak orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke PAUD. Itu pula yang membuat bisnis PAUD semakin menjanjikan.

Untuk membesarkan usahanya, banyak pebisnis PAUD yang membuka tawaran kemitraan atau waralaba. Guna mengetahui perkembangan usaha ini, KONTAN kembali me-review beberapa tawaran kemitraan PAUD yang sebelumnya sudah pernah diulas.

Beberapa di antaranya adalah Rumah Cerdas Baby School Moslem, Twinkle Stars Early Childhood Center, dan Kidea Preeschool and Kindegarten. Bagaimanakah kondisi usaha mereka saat ini? Berikut ulasannya.


Twinkle Stars Early Childhood Center

Berdiri sejak 1998, Twinkle Stars Early Childhood Center yang bermarkas di Cilandak, Jakarta Selatan mulai menawarkan waralaba di akhir 2010. Lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Yayasan Bintang Kemenangan Bakti Bangsa ini fokus menyediakan pendidikan untuk anak usia dini, yakni dua hingga enam tahun.

Saat KONTAN mengulas tawaran waralaba ini pada Desember 2010, tawaran kemitraan ini baru saja diluncurkan. Saat itu, Twinkle Stars belum memiliki mitra. Mereka hanya memiliki satu gerai milik sendiri yang juga bertindak sebagai kantor pusat.

Hampir satu setengah tahun berselang, kini Twinkle Stars telah memperoleh satu mitra di daerah Kedoya, Jakarta Barat. "Total kami memiliki dua gerai," ujar Lely Tobing, Project Development Director Twinkle Stars.

Lely mengaku, pihaknya memang menargetkan hanya ada penambahan satu gerai setiap satu tahunnya. Hal itu dilakukan karena mereka fokus meningkatkan kualitas, bukan kuantitas. "Kami berusaha membatasi diri agar mitra bisa mandiri dalam target waktu yang dipatok sebelumnya," ujarnya.

Dalam tawaran waralaba ini ada beberapa hal yang mengalami perubahan. Di antaranya, paket investasi yang sebelumnya ditetapkan Rp 765 juta. Nilai itu sudah termasuk franchise fee selama lima tahun sebesar Rp 300 juta. Adapun omzet mitra ditargetkan Rp 68 juta per bulan. Sedangkan biaya yang dibebankan kepada siswa berkisar Rp 5,36 juta-Rp 7,645 juta.

Kini, tawaran waralaba Twinkle Star hanya sebesar Rp 251 juta. Nilai itu sudah termasuk dekorasi ruangan, peralatan mengajar, serta franchise fee lima tahun sekitar Rp 50 juta. Adapun biaya pendidikan dibanderol Rp 8 juta-Rp 10 juta per tahun.

Di luar itu ada iuran siswa sekitar Rp 500.000-Rp 650.000 per bulan. Dengan biaya sebesar itu, mitra bisa meraup omzet Rp 400 juta per tahun. Dengan omzet tersebut, mitra sudah bisa balik modal di bulan ke delapan belas atau satu setengah tahun.

Menurut Lely, persaingan usaha waralaba di sektor pendidikan seperti ini memang cukup ketat, terutama yang menyasar anak-anak usia dini. Agar bisa bersaing, pihaknya terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan yang diberikan kepada para siswa.

"Kualitas itu mencakup seberapa besar mereka mampu memberikan output yang berguna bagi anak dan memuaskan orang tua," ujarnya.


Kidea Preeschool and Kindegarten

Kidea Preeschool and Kindegarten sudah menawarkan waralaba sejak tahun 2009. Lembaga pendidikan di bawah Yayasan Kasih Kibar Kreasi Indonesia ini menawarkan pendidikan anak mulai usia enam bulan hingga enam tahun. Saat diulas KONTAN pada Desember tahun 2011, Kidea sudah memiliki 15 mitra. Saat ini, mitra yang dimiliki Kidea ada 16. Seluruh mitra berlokasi di Jakarta.

Iffan Darmawan, Ketua Yayasan Kasih Kibar Kreasi Indonesia bilang, mitra hanya bertambah satu karena mereka menetapkan syarat batas antar cabang minimal lima kilometer (km). Padahal, di awal tahun lalu telah ada beberapa mitra yang ingin membuka cabang di Jakarta. "Namun jaraknya kurang dari lima km dari cabang Kidea yang telah ada," jelasnya.

Kidea menargetkan, jumlah mitra hingga akhir tahun ini mencapai 21 mitra. Saat ini, sudah ada lima calon mitra yang melakukan penjajakan. Mereka tersebar di Jakarta, Depok, dan Bekasi.

Biaya investasi yang ditawarkan Kidea masih sama, yakni Rp 225 juta untuk kerja sama lima tahun. Terwaralaba juga mendapatkan panduan pengelolaan dan aplikasi pembukuan bisnis pendidikan, kurikulum tahunan untuk setiap tingkatan kelas, serta bantuan perekrutan dan pelatihan mengajar.

Sementara, sekitar Rp 100 juta sisanya digunakan untuk membeli peralatan dan perlengkapan kelas, serta dekorasi ruang. Biaya pendidikan anak di Kidea juga belum berubah, yakni Rp 460.000 sampai Rp 850.000 per bulan.

Omzet mitra diperkirakan mencapai Rp 50 juta per bulan. Dari omzet tersebut, Kidea mengutip royalty fee sebesar 7,5%. "Target balik modalnya tiga tahun," ujarnya.

Untuk mengembangkan usaha mitra, Kidea mengizinkan mitra membuka Kidea English. Yakni, kelas percakapan bahasa Inggris untuk anak usia dua hingga 12 tahun. Selain itu, mitra juga dibolehkan membuka Kidea Reader dan Kidea Bimbel. Mitra juga boleh menyelenggarakan kursus musik di Kidea.


Rumah Cerdas Baby School

KONTAN pernah mengulas tawaran kemitraan Rumah Cerdas Baby School Moslem asal Malang, Jawa Timur pada Januari 2010. Saat itu, Rumah Cerdas baru memiliki dua cabang di Malang.

Namun, saat ini mereka sudah memiliki sembilan cabang. Tiga di antaranya milik sendiri, dan enam lainnya milik mitra yang tersebar di Malang, Sunter, Bogor, Bekasi, Bandung, dan Palembang. Tahun ini, Rumah Cerdas menargetkan ada tambahan 10 mitra lagi.

Martina Sylviarini, pemilik Rumah Cerdas bilang, untuk menggaet mitra, pihaknya kini telah menambah paket kemitraan. Sebelumnya, ia hanya menawarkan satu paket senilai Rp 50 juta. Namun, saat ini sudah ada dua paket kemitraan yang ditawarkan.

Paket pertama senilai Rp 75 juta untuk masa kerja sama lima tahun. Dalam paket ini, Rumah Cerdas memfasilitasi pembukaan sekolah anak milik mitra dan mengatur sistem administrasi milik mitra.

Selain itu, Rumah Cerdas juga membantu mitra dalam merekrut guru. Perekrutan itu mulai dari wawancara dan training untuk lima orang guru selama tiga bulan di kantor pusat Malang. Kantor pusat juga mendampingi mitra selama tiga bulan, hingga mitra bisa mendapatkan minimal 20 anak. "Setelah target terpenuhi, baru kami lepas," jelasnya. Dengan 20 anak itu, omzet mitra ditargetkan Rp 30 juta per bulan.

Kedua, paket dengan nilai investasi Rp 175 juta. Selain fasilitas di paket pertama, mitra juga mendapatkan seperangkat komputer, kulkas, kompor gas, promosi, dan semua kebutuhan anak serta pendidikannya. "Mitra tinggal terima bersih saja," ujarnya.

Pada paket ini, Martina menargetkan omzet mitra sekitar Rp 50 juta per bulan, dengan 30 murid. Setiap anak dikenai biaya penitipan Rp 550.000 di daerah Malang, dan Rp 1,5 juta di Jabodetabek per bulan. Biaya sebesar itu sudah termasuk jasa penitipan anak mulai pukul 07.00 - 17.00. 

Perkuat Brand Lewat Kualitas Pengajaran

Pengamat waralaba dari Proverb Consulting, Erwin Halim menilai, potensi bisnis pendidikan masih bagus, menurutnya, pertumbuhan waralaba atau kemitraan disektor pendidikan menempati posisi kedua setelah sector makanan dan minuman. Dengan potensi yang besar, para pemilik usaha tinggal memperkuat brand yang dimiliki supaya bisa dikenal. 

Erwin bilang, ada tiga hal yang harus dilakukan untuk memperkuat brand usaha pendidikan anak usaha dini (PAUD). Pertama, adalah mencari tenaga pengajar dengan lintas yang bagus. Kemampuan pengajar juga garus yang bagus. Kemampuan pengajar juga harus disesuaikan dengan kebutuhan usaha.misalnya, jika membuka waralaba pendidikan bahasa mandarin, maka pengajarnya harus menguasai bidang tersebut.

Kedua, mengenai kurikulum yang ditawarkan. Sebaiknya, kurikulum yang ada tetap mengikuti kurikulum inti yang ditetapkan pemerintah. Di luar itu, perlu diberikan kurikulum tambahan, seperti membaca, menulis dan berhitung untuk balita.

Ketiga, sistem pemasaran yang tepat. Teknik pemasarannya harus menyesuaikan dengan segmen pasar yang dibidik. Bila membidik segmen menengah atas yang sudah melek teknologi, sebaiknya memanfaatkan jejaring social sebagai sarana pemasaran.

Pemasaran juga terkait dengan masalah lokasi. Di mana lokasi yang dipilih harus disesuaikan dengan segmentasi konsumen. Misaknya segmen menengah ke atas bisa membuka di mal atau perumahan modern “ Selain itu, orang yang mau terjun di bisnis ini harus siap balik modal lebih lama karena usaha ini untuk jangka panjang,” ujarnya.

            Sumber : Kontan, 19 mei 2012
                            Fahriyadi, Revi Yohana, Noverius Laoli