Saturday, January 26, 2013

Laba bisnis burger masih bikin ngiler


Siapa tak kenal dengan hamburger atau burger? Kudapan asal Eropa ini sudah lama ngetop dan populer di Tanah Air. Terbukti, banyak pengusaha makanan lokal tertarik menjajakannya.Masing-masing menonjolkan ciri khas pada setiap sajian burger yang dijajakan. Kendati begitu, tidak semua pemain bisa bertahan di bisnis ini. Terlebih, persaingan juga semakin ketat.

Setidaknya, begitulah hasil review sejumlah tawaran kemitraan burger yang sebelumnya sudah pernah diulas KONTAN. Beberapa di antaranya adalah Big Burger, Umiku Burger, dan Quickie Eat & Tasted. Dari tiga pemain itu, ada yang bisnisnya semakin berkembang, tapi ada pula yang stagnan dan bahkan menutup tawaran kemitraannya. Seperti apa perkembangan usahanya? Berikut ulasannya:

Big Burger

 Big Burger sudah berdiri di Yogyakarta sejak tahun 2000. Namun, pemiliknya, Augustinus Dwi Purwanto, baru menawarkan kemitraan usaha burger ini pada tahun 2009.Ketika KONTAN mengulas usaha ini pada Agustus 2011, Big Burger sudah memiliki 170 mitra. Kini, mitranya bertambah menjadi 200. Sementara, total gerainya kini sudah ada 254. Sebanyak 26 di antaranya adalah milik sendiri.

Sebagian besar mitra Big Burger berada di Pulau Jawa, seperti Pekalongan, Bekasi, dan Semarang. Namun ada juga mitra baru asal Lampung yang bergabung pada 2012.

 Jika dulu Big Burger menawarkan tiga paket investasi, kini Augustinus mengurangi menjadi dua paket saja. Yakni, paket mini gerai dan paket kafe. Nilai investasi yang dipatok masih sama, yakni masing-masing Rp 39 juta dan Rp 59 juta. Paket booth sudah tidak dibuka lagi untuk mengubah citra Big Burger. Selain biaya investasi awal, Big Burger membebankan biaya keanggotaan di luar Yogyakarta sebesar Rp 100.000 per bulan.
Untuk paket mini gerai, Augustinus memperkirakan mitra bisa mendapat keuntungan bersih Rp 9 juta–Rp 15 juta per bulan. Asumsinya, mitra bisa menjual hingga 250 burger per hari. Adapun mitra yang mengambil paket kafe diperkirakan bisa meraup keuntungan bersih hingga Rp 25 juta per bulan dari penjualan 400 burger dalam sehari.

Dari kedua paket ini, mitra ditargetkan balik modal dalam waktu lima bulan. Pasalnya, paket ini memungkinkan mitra memiliki tempat dagang yang besar, sehingga pelanggan merasa nyaman berlama-lama di gerai. Selain itu, mitra juga bisa menjual aneka minuman sebagai pelengkap. Penjualan minuman dapat membantu mendongkrak laba. "Gerai ini bisa dijadikan tempat berkumpul muda-mudi," ujarnya.

Augustinus bilang, pada bulan Februari mendatang, Big Burger akan menambah dua menu, yakni crispy chicken dan chicken burger. Selama ini, Big Burger hanya menyajikan variasi burger dengan rasa daging sapi.
Mahalnya harga daging sapi membuat Augustinus memutar otak agar omzet bisa naik dengan meluncurkan menu yang menggunakan daging ayam. Big Burger mematok harga yang sama dengan sebelumnya, yakni Rp 7.000–Rp 11.000 per porsi.

Umiku Burger

Umiku berdiri sejak 2006 di Jakarta Timur. Sang pemilik, Namruddin, membuat konsep 2 in 1, yakni berjualan burger dan crepes dalam satu booth. Tujuan awalnya untuk mengantisipasi kejenuhan pasar atas salah satu produk. Ternyata, konsep ini cukup membuat Umiku bertahan, bahkan mampu berkembang pesat.
Pada akhir tahun 2008, saat KONTAN mengulas tawaran kemitraan Umiku, jumlah gerai mitra Umiku sebanyak 27 cabang yang seluruhnya berlokasi di Jabodetabek.
Setelah beberapa tahun, mitra Umiku bertambah menjadi 178 gerai milik mitra. "Pertambahan paling banyak di Riau dan Samarinda," ujar Ahmad Saugi, Manajer Pemasaran CV Cinta Umiku, yang memayungi merek Umiku.Menurut Ahmad, pihaknya lebih banyak menjaring mitra baru melalui promosi di internet. "Kami buat blog dan website," ujarnya. Selain itu, mereka juga terus mengembangkan pilihan paket investasi, namun kenaikan harga tak terlalu jauh.

Pada 2008 lalu, paket yang ditawarkan Umiku baru satu, yakni paket gerobak seharga Rp 6,5 juta. Di sini, mitra mendapat seluruh perlengkapan berjualan Burger dan Crepes dalam satu gerobak.Saat ini, paket yang ditawarkan berkembang menjadi empat pilihan. Pertama, paket gerobak standar senilai Rp 7 juta. Mitra mendapat gerobak standar tanpa roda, perlengkapan, bahan baku, dan pelatihan. Kedua, paket Rp 7,5 juta dengan fasilitas sama, namun gerobak beroda sehingga bisa berjualan keliling.

Ketiga, paket mix seharga Rp 9,5 juta. Di sini, mitra mendapatkan gerobak yang lebih bagus dengan perlengkapan yang lebih bagus, sehingga bisa dibuat berjualan indoor. Keempat, paket eksklusif seharga Rp 12,5 juta. Paket ini seperti paket mix dan didesain untuk mitra yang ingin berjualan di mal. Namun, bedanya, kompor yang diberikan adalah kompor listrik. "Di sejumlah mal, tidak mengizinkan menggunakan kompor gas," tutur Ahmad. Seluruh paket di atas adalah paket 2 in 1 burger dan crepes.

Di luar itu, ada satu paket lagi yang mengusung konsep 3 in 1. Yakni, burger, crepes, dan ayam goreng atau fried chicken. Menu ayam goreng tepung ini baru dikembangkan sejak tahun 2010. Harga paket ini sebesar Rp 15 juta. Ahmad mengakui, penambahan menu ini merupakan strategi menjaga penjualan agar tetap stabil. Soalnya, ada kecenderungan peminat burger mulai berkurang.
Menurutnya, permintaan burger saat ini tidak setinggi ketika awal Umiku dibuat. "Tapi, permintaan tetap ada dan penjualan burger masih cukup bagus," katanya.

Quickie Eat & Tasted

Quickie Eat & Tasted sudah menawarkan kemitraan sejak tahun 2009 di Bintaro, Tangerang Selatan. Ketika KONTAN mengulas usaha ini pada Agustus 2011, Quickie memiliki dua gerai milik sendiri dan satu gerai milik mitra.

Namun, ternyata nasib kurang menguntungkan dialami Quickie. “Semua gerai Quickie sudah ditutup pada akhir tahun 2011,” ujar Guz Ardi, pemilik Quickie Eat & Tasted.

Ketika ditanya penyebabnya, Ardi mengaku kurang maksimal melakukan kontrol terhadap usahanya. Selain itu, ia juga memiliki usaha lain, yakni ternak ikan, sehingga fokusnya tidak lagi pada usaha burger.
"Sebenarnya, masih ada calon mitra yang tertarik mengembangkan dan pangsa pasar untuk bisnis burger juga cukup luas. Tapi, ada kekurangan dalam hal pengelolaan," ucap dia

Dulunya, Quickie menawarkan paket investasi dengan biaya Rp 10 juta. Paket kerjasamanya selama dua tahun. Dengan investasi sebesar itu, mitra mendapatkan booth, peralatan lengkap, bahan baku awal, serta pelatihan.
Selama periode kerjasama, mitra akan dibebaskan dari royalty fee. "Mitra diberikan keleluasaan melakukan inovasi menu namun tetap atas persetujuan pusat," kata Ardi.

Keleluasaan itu membuat mitra tidak terpaku pada menu burger saja. Tapi bisa mengkombinasikannya dengan menu seperti spaghetti atau rice bowl, yaitu burger dengan campuran nasi.  Ardi mengklaim, menu Quickie terbuat dari 100% daging tanpa campuran bahan kimia lainnya. "Saus dan mayones diracik sendiri, jadi aman bagi kesehatan," ujarnya.Ardi dulu meyakini, mitra bisa meraup omzet Rp 15 juta per bulan, dan balik modal maksimal empat bulan.

Kualitas Pelayanan Harus Memuaskan

BURGER termasuk salah satu kudapan asal Eropa yang punya banyak penggemar di Indonesia. Makanya. Banyak pengusaha makanan menjadikan burger sebagai lading bisnis. Tak pelak, persaingan di bisnis burger pun semakin ketat. Tentu saja, kualitas produk dan pelayanan yang baik menjadi prasyarat utama agar bisa bertahan di bisnis yang tingkat kompetisinya sudah ketat

Pengamat waralaba dari Proverb Consulting, Erwin Halim , mengatakan agar bisa berkembang, setiap pemain harus konsisten meningkatkan kualitas dan memperbanyak varian menu baru. Kalau dari segi produk sudah baik, selanjutnya sistem pemasaran menjadi penentu hidup matinya usaha ini.”Sistem pemasaran yang kreatif dan jeli menangkap peluang pasar akan memetik rezeki lebih besar,”ujarnya.
Menurut Erwin, saat ini, masyarakat sudah akrab dengan burger. Karena itu, mereka ingin mencoba burger yang dari segi rasa berbeda dan pelayanan menyenangkan. “Jadi, tim marketing harus paham betul segmen pasar yang mau dibidik,”ujarnya.

Maka itu, lokasi tempat berjualan juga harus diperhatikan. Jika ingin membidik kelas menengah bawah, pengusaha harus membuka gerai di pemukiman yang banyak dihuni masyarakat kelas menengah bawah.

Namun, bila membidik kelas menengah atas, tempat yang tepat adalah di mal-mal besar yang banyak dikunjungi masyarakat kelas menengah atas. Harganya juga harus sesuai dengan segmen pasar. Di sisi lain, control harus dilakukan secara intensif, baik itu control kualitas, harga, dan pelayanan yang diberikan.

Sumber : Kontan, 26 Januari 2013
               Marantina, Revi Yohana, Noverius Laoli

Friday, January 25, 2013

Langkah penting sebelum membeli Waralaba/ Kemitraan.

PERTANYAAN :

Pak Erwin,
Saat ini, saya ingin membeli sebuah franchise untuk mengisi masa pension saya. Yang menjadi pertanyaan saya adalah usaha waralaba seperti apa yang paling menguntungkan? Apa saja yang harus saya perhatikan sebelum membeli sebuah usaha waralaba.Mohon penjelasannya
Shinta

Harmoni, Jakarta Pusat


JAWABAN:
Dear Ibu Shinta,
Pertanyaan Anda adalah pertanyaan yang paling sering ditanyakan kepada saya, baik setiap ada forum pameran maupun seminar waralaba. Pertanyaan yang paling sering saya terima , “usaha waralaba apa yang paling menguntungkan saat ini?”

Munculnya pertanyaan ini merupakan hal yang wajar, mengingat semua investor tentu menginginkan uang yang mereka tanamkan cepat kembali. Pewaralaba (franchisor), licensor, atau pemitra, (sebutan bagi perusahaan-perusahaan penjual usaha ), selalu mengatakan bahwa bisnis mereka jual paling menguntungkan dan cepat pulang modal. Dalam istilah keuangan, payback period usahanya singkat.

Lalu bagaimana? Menurut saya, cara paling mudah untuk m
engetahui apakah usaha yang mau anda beli menguntungkan atau tidak adalah bertanya. Tanyakan, bagaimana laporan keungannya. Biasanya, franchisor atau pemitra yang punya bukti laporan keuangan tidak langsung mau memperlihatkan ke calon investor.

Namun, yang tidak punya laporan keuangan akan lebih bertele-tele menjawab. Pada akhirnya, mereka tidak pernah memiliki laporan keuangan yang menjanjikan. Laporan keuangan di sini tidak harus lengkap seperti melaporkan pajak. Mungkin yang paling simple adalah laporan tentang penjualan produknya. Mungkinkah laporan keuangannya bodong alias bohong dan dibuat-buat saja? Mungkin saja!

Untuk mudahnya lagi, bertanya kembali. Sebagai alternatif, Anda juga bisa menemui beberapa franchisee atau mitra dari usaha tersebut. Tujuannya, untuk bertanya soal kinerja keuangan usaha itu. Bisa saja, Anda meminta informasi dari franchisee atau mitra yang sukses di sekitar tiga sampai lima lokasi. Dari lokasi usaha tersebut, boleh Anda pilih dua atau tiga. Selain itu, coba cari mitra yang gagal. Tentunya, informasinya bukan dari franchisor atau pemitra karena tujuannya untuk menjaga objektivitis jawaban.

Nah, kalau sudah mendapat cukup banyak cerita dari para franchise atau mitra, barulah Anda mengambil keputusan. Kalau juga masih bingung, Anda dapat berkonsultasi dengan konsultan waralaba atau menghubungi Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) atau Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI).

Kalau Anda serius dalam bertanya, biasanya franchisor atau pemitra yang bertanggung jawab juga akan serius menjawab. Tapi, Anda akan sulit mendapatkan jawaban dari usaha waralaba(atau mengaku waralaba) atau mitra yang baru memulai sebuah usaha, atau belum satu tahun memitrakan usahanya. Mereka biasanya tidak memiliki bukti usahanya cukup menguntungkan lantaran belum ada mitra dan merek usaha belum berkibar dan kuat.

Nah, hal penting lainnya kalau Anda ingin memulai usaha dengan membeli usaha waralaba atau kemitraan adalah passion. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan keinginan dan semangat Anda untuk menjalankan sebuah usaha. Entah itu di usaha makanan dan minuman, pendidikan, kesehatan atau kecantikan atau lainnya. Jika Anda bisa memastikan passion Anda sebenarnya, Anda sebenarnya, Anda sudah tahu pilihan yang tapat.



Sumber : Kontan, Jumat 25 Januari 2013

Thursday, January 17, 2013

Secawan Laba Bisnis Sup Kacang Merah


Kacang merah merupakan bahan pangan yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh. Selain dapat diolah menjadi es, kacang merah juga bisa diolah menjadi sup.Salah satu pemain di bisnis kuliner yang menjadikan sup kacang sebagai menu andalan adalah Acie Sri Astinah di Kota Gede, Yogyakarta.

Acie terjun ke bisnis ini sejak tahun 1989 dengan mengusung brand Sop Kacang Merah Bu Maspa. Untuk mengembangkan usahanya, pada awal tahun 2013 ini, ia sebagai generasi kedua pengelola usaha ini resmi menawarkan kemitraan.

Saat ini, Bu Maspa sudah memiliki dua cabang milik sendiri yang berlokasi di Yogyakarta dan Palu, Sulawesi Tengah. Di gerai Bu Maspa, sop kacang merah disajikan dengan tempe goreng dan dibanderol seharga Rp 10.000 per porsi.Di luar itu, gerai ini juga menyediakan aneka jenis makanan dan minuman pendamping lainnya. Bu Maspa menawarkan satu paket investasi senilai Rp 100 juta.

Bu Maspa menawarkan satu paket investasi senilai Rp 100 juta. Dengan biaya sebesar itu, mitra akan mendapatkan semua peralatan masak, survei lokasi, pelatihan, dan menggunakan merek dan sistem Bu Maspa. Selain itu, untuk daerah Yogyakarta dan sekitarnya, Acie menanggung biaya sewa tempat untuk satu tahun pertama bagi mitra usahanya.

Sementara di daerah lain, biaya sewa tempat ini akan dinegosiasikan kembali dengan kantor pusat. "Yang pasti, biaya sewa tempat tetap ada, cuma tergantung besar tidaknya biaya sewa tempat di suatu wilayah," ujarnya.

Untuk kriteria lokasi usaha, mitra wajib mencari tempat seluas 300 meter persegi, dengan luas bangunan cukup 6 meter x 6 meter saja. Konsepnya berupa warung dengan lahan yang luas, sehingga bisa diisi dengan kursi panjang seperti tipe warung angkringan. "Jadi sistemnya nanti outdoor, tapi ada atap dan pembatasnya," ujarnya.

Acie menjanjikan, mitra bisa meraup omzet sekitar Rp 4 juta per hari dengan keuntungan bersih sekitar 40%.
Jika bisa beroperasi dengan lancar dan mendapatkan lokasi yang strategis, mitra bisa balik modal dalam waktu lima bulan hingga satu tahun.

Agar standardisasi produk sama di seluruh gerai, Acie mewajibkan mitra membeli bumbu dari pusat. Supaya target omzet tercapai, ia menyarankan membuka warung pukul 08.00 WIB sampai tengah malam.

Pengamat waralaba dari Proverb Consulting, Erwin Halim menilai, kendati usianya sudah tua, brand usaha ini belum dikenal luas. Menurutnya, branding usaha sangat penting, apalagi makanan yang ditawarkan terhitung unik, yakni sup kacang merah. "Produk ini bukan berarti disukai orang karena belum banyak dikenal," ujarnya.

Menurut Erwin, pihak pusat wajib melakukan survei di luar lingkup pasarnya guna mengetahui apakah jenis makanan ini cukup digemari atau tidak. Selain itu, perlu kejelasan mengenai dukungan pemasaran dari pihak pusat."Harus jelas dukungan apa yang diberikan, sehingga mitra mendapat omzet sebesar yang ditargetkan," ujarnya. Erwin memperkirakan, untuk gerai baru, proses balik modal lebih dari setahun.     

Sop Kacang Merah Bu Maspa Griya Wirokerten Indah 
Jl. Manggis No. 149
Yogyakarta
HP: 08995047779

Sumber : Kontan 17 Januari 2013
   Noverius Laoli, Revi Yohana Simanjuntak


Wednesday, January 16, 2013

Bisnis Donat Masih Menjanjikan, lo


Donat sudah menjadi salah satu makanan favorit di Indonesia. Sebagai kudapan favorit, donat banyak dijajakan, baik di mal-mal maupun pinggir jalan. Sampai sekarang, masih banyak penjaja donat baru bermunculan. Mulai dari yang independen hingga yang ikut kemitraan atau waralaba dari merek-merek tertentu.

Di tengah ketatnya persaingan, pemilik gerai donat gencar melakukan inovasi dengan meluncurkan produk-produk baru. Tujuannya adalah, agar pelanggan tidak bosan dengan rasa dan bentuk donat yang itu-itu saja.  
Alhasil, gerai-gerai donat tetap ramai diserbu pembeli. Bisnis donat pun tetap bertumbuh. Hal ini terungkap dari sejumlah pewaralaba bisnis donat yang usahanya pernah KONTAN kupas  sebelumnya. Jumlah gerai dan mitra mereka kini semakin bertambah banyak. Nah,    berikut ini perkembangan bisnis donat mereka.

Donat Bakar

Donat Bakar alias Dokar sudah berdiri sejak April 2008. Ketika KONTAN mengulas kemitraan usaha donat ini pada Mei 2012, Donat Bakar sudah memiliki 50 gerai, dua di antaranya adalah milik sendiri. Kini, mitra Donat Bakar bertambah menjadi 60 orang. Sementara, total gerainya saat ini menjadi 63 unit, dua di antaranya milik sendiri. Pemilik Dokar Iwan Abu Shalih mengatakan, sepanjang tahun 2012 sebenarnya ada sekitar 10 gerai mitra yang tutup. Namun, mitranya juga bertambah sebanyak 10 orang yang buka gerai di Jabodetabek, Gresik, dan Blora.

Menurutnya, mitra yang menutup gerai ini biasanya mitra yang hanya coba-coba dalam berbisnis. Jadi, "Sekarang total ada 60 mitra yang sudah menunjukkan komitmen sejak awal bisnis," ujarnya.
Untuk menjadi mitra Donat Bakar, cukup merogoh kocek sebesar Rp 7 juta saja. Dengan biaya sebesar itu, mitra akan mendapatkan satu unit booth, peralatan masak, bahan baku untuk 100 donat, dan aneka topping untuk donat.

Namun, jika membuka gerai di luar Pulau Jawa, Donat Bakar mewajibkan mitra membayar tambahan biaya sebesar  Rp 8 juta untuk pengiriman peralatan dan lain-lain.
Dulu, Iwan memberlakukan sistem koordinator wilayah untuk mitra yang berada di luar Jawa. Dengan membayar biaya Rp 30 juta, koordinator wilayah akan dibantu memproduksi sendiri donat.
Hanya, sistem koordinator wilayah kini sudah tidak dibuka lagi. Namun demikian, ada beberapa koordinator wilayah, seperti di Samarinda dan Kendari, tetap berjalan.

Sistem kordinator wilayah Iwan hentikan karena pernah menemui pengalaman tidak mengenakkan dengan koordinator wilayah di Aceh. Lantaran tidak bertanggungjawab, mitra-mitra yang ada di bawah pimpinan koordinator wilayah di Aceh tidak terurus dan menjadi beban pusat. Supaya bisnisnya terus berkembang, Iwan mengaku rajin melakukan inovasi produk. "Sekarang sudah ada 42 pilihan rasa donat yang saya buat, di antaranya adalah rasa oreo dan almond," ujarnya.

Tahun ini, Iwan juga menyiapkan satu variasi produk baru, yakni donat kukus. Namun, varian ini masih dalam proses penggodokan. “Dalam waktu dekat akan kami luncurkan," janjinya. Sedang untuk harga jual donat masih dibanderol Rp 2.500–Rp 5.000 per buah. Iwan mengatakan, meski kisaran harga masih sama, di beberapa gerai, harga donat dinaikkan Rp 500–Rp 1.000 untuk mengerek omzet.

Donat Madu Cihanjuang

Donat dengan campuran madu asli Sumbawa di dalamnya merupakan keunggulan dari merek donat yang satu ini. Usaha donat ini dirintis oleh Ridwan Iskandar bersama sang istri, Fanina Nisfulaily sejak Mei 2010.Donat Madu Cihanjuang mulai menawarkan kemitraan pada April 2011. KONTAN terakhir menulis kemitraan donat ini tahun lalu. Saat itu, Donat Madu Cihanjuang sudah memiliki 20 gerai. Sebanyak 14 di antaranya milik mitra dan enam lainnya milik pusat.

Perkembangannya hingga kini cukup baik. Sekarang telah ada 48 gerai Donat Madu Cihanjuang. "Milik mitra ada 38 gerai, selebihnya pusat," tutur Fanina. Dalam waktu dekat ini, Fanina mengklaim, total gerainya akan bertambah menjadi 70 outlet. Ia mengaku telah mengantongi sejumlah kemitraan baru yang akan segera buka. Jumlah mitranya bertambah pesat karena dia selalu menjaga kualitas produk. Sehingga, banyak yang tertarik membeli maupun bermitra. "Kami tidak berusaha mencari mitra, kebanyakan justru mitra yang datang sendiri ke kami," klaimnya. Selain kualitas, Donat Madu Cihanjuang juga terus mencoba menyajikan menu baru. Hingga kini telah ada sekitar 60 varian rasa donat yang tersedia di gerai mereka. Mengenai paket kemitraan, harganya telah meningkat. Sebelumnya, Donat Madu Cihanjuang menawarkan paket kemitraan Rp 20 juta untuk franchise fee dan perlengkapan operasional. Tapi, itu belum termasuk interior yang diperkirakan mencapai Rp 25 juta untuk tiap gerai.

Saat ini, paket kemitraannya naik menjadi Rp 56,5 juta. Biaya itu telah termasuk franchise fee selama lima tahun, resep serta pelatihan senilai Rp 20 juta. Sementara sisanya yang sebesar Rp 26,5 juta dipakai buat penyediaan perlengkapan produksi dan bahan baku awal donut. "Sedang interior dan tempat masih dari mitra," tambah Fanina. Jadi, mitra masih harus menambah biaya tergantung luas dan interior tempat yang diinginkan. Fanina hingga kini tetap tidak memungut royalty fee. Namun, bahan baku donat tetap harus berasal dari pusat. "Khususnya premix donatnya karena berkaitan dengan kualitas donat," jelasnya.

P-DO Donat Kentang

Usaha donat bernama P-DO, kepanjangan dari Potato Donut, berdiri tahun 2007. Tak lama berdiri, P-DO yang bermarkas di Pulogadung Trade Center, Jakarta Timur mulai menawarkan kemitraan. Tak dinyana, peminatnya ternyata cukup banyak. Terbukti, saat KONTAN mengupas tawaran kemitraan dari P-DO tahun lalu, mereka sudah mempunyai 50 gerai. Dari jumlah itu, sebanyak enam gerai milik pusat dan sisanya milik mitra. Sekarang, total gerai P-DO sudah bertambah menjadi 75 outlet. Dari jumlah itu, gerai pusat ada empat. Namun, gerai yang benar-benar aktif hanya berjumlah 60 unit.

Saat ini, mitra P-DO tersebar di Jakarta, Depok, Bekasi, Cibinong, Bogor, Tangerang, Cileungsi, dan Bandung. Fariko Ngantung, Kepala Marketing P-DO, mengatakan, nilai investasi yang ditawarkan sudah mengalami perubahan. Pada 2012 terdapat dua paket: paket Rp 6 juta  dan paket Rp 11 juta. Saat ini, paket investasi yang ditawarkan sebesar Rp 7 juta untuk booth indoor dan Rp 9 juta untuk booth outdoor. Namun, untuk harga produknya sendiri tidak mengalami kenaikan. "Masih di rentang Rp 2.500 hinggga Rp 5.000 per buah," kata Fariko.

Menurut Fariko, inovasi rasa sangat berperan penting dalam pengembangan bisnis ini. Terkait inovasi rasa, P-Do memiliki rasa buah mocca sebagai varian barunya. P-Do juga menargetkan akan terus melakukan kreasi rasa baru untuk donat kentang. Guna menjaring mitra, P-DO pun gencar melakukan promosi di media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Selain itu, P-DO juga gencar memanfaatkan event-event tertentu semacam pameran sebagai sarana promosi. P-Do menargetkan sampai akhir tahun 2013 nanti bisa menjaring 50 mitra baru.      

Bidik Kelas Atas dengan Donat Berkualitas
PELUANG usaha donat di kelas menengah bawah masih cukup menjanjikan. Terbukti, gerai-gerai donat di segmen ini tetap ramai diserbu pembeli. Di level kemitraan atau waralaba, bisnis ini juga berkembang karena paket investasi yang ditawarkan para pewaralaba donat relative kecil.

Erwin Halim, pengamat waralaba dari Proverb Consulting, menilai banyaknya pemain donat di kelas menengah bawah akan memacu kreativitas para pengusaha donat. Mereka dituntut melakukan diferensiansi, menonjolkan keunikan, dan mempertahankan kualitas produk. Beberapa merek donat di segmen ini, seperti Donat Bakar, P-Do, dan Donat Madu Cihanjuang, sukses melakukan ketiga hal tersebut.”Ketiganya memiliki keunikan dan menawarkan produk donat yang spesifik,” katanya.

Namun, tidak cukup berhenti di situ. Para pengusaha donat, Erwin menyarankan, juga harus memiliki tim marketing yang kuat. Dengan produk yang oke, ditambah tim marketing yang mumpuni, bisnis ini bisa semakin berkembang. Terutama, di daerah-daerah yang tingkat persaingannya belum begitu ketat. Soal pemilihan lokasi, harus berada di tempat-tempat keramaian. Erwin juga member saran, supaya para pemain bisnis donat tidak hanya fokus mengusung konsep booth. Menurutnya, perlu juga dipikirkan pengembangan usaha dengan konsep kafe. Konseo ini bisa mengerek kelas donat, dari kelas mengah bawah menjadi kelas menengah atas. Nah, setelah kelasnya naik, otomatis nilai paket investasi dalam sistem kemitraan atau waralaba juga akan meningkat.

Sumber : Kontan Sabtu, 16 Februari 2013
    Marantina, Revi Yohana, Pravita Kusumaningtias, Havid Vebri




Friday, January 11, 2013

Membedakan Tawaram Usaha Waralaba dan Kemitraan

PERTANYAAN :
Pak Erwin,
Saat ini, saya ingin membeli sebuah usaha waralaba (franchise) untuk istri saya. Namun, setelah banyak pilihan yang ditawarkan  dalam pameran, saya menjadi semakin ragu. Sebab, saya tidak dapat membedakan mana yang merupakan usaha franchise dan business opportunity. Saya piker, semua yang ditawarkan dalam pameran tersebut adalah franchise. Mohon bantuan bapak.
Sugianto,
Tanggerang
JAWABAN:
SAUDARA Sugiantom hal pertama yang perlu diperhatikan sebelum mengambil tawaran usaha adalah format pilihan usaha yang ingin Anda pertimbangkan : apakah bentuknya franchise, lisensi, atau business opportunity (BO)? Belakangan, BO popular dengan sebutan kemitraan.

Kalau Anda kurang kelas dengan istilah-istilah ini, mungkin saya bisa membantu secara singkat. Sebuah usaha franchise wajib mempunyai Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) yang dikeluarkan oleh Kementrian Perdagangan. Jika usaha tersebut tidak mempunyai STPW, tapi mempunyai sertifikat merek sebagai bukti Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), secara umum hal itu dapat dianggap lisensi. Jika tidak mempunyai keduanya, usaha itu dianggap business opportunityPenjelasan ini sebenarnya kurang lengkap. Namun, paling tidak Anda dapat dengan cepat mengetahui format tawaran bisnis yang akan Anda pilih. Untuk jelasnya, Anda dapat melihat tabel berikut.

Sistem
HaKI
Paket usaha
BO


Lisensi

Waralaba

Hal yang saya sebutkan tadi penting, sebab sebuah usaha franchise harus memiliki:

Pertama, ciri khas usaha. Yang dimaksud dengan ciri khas adalah suatu usaha memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru oleh usaha lain sejenis, dan konsumen selalu mencari ciri khas yang dimaksud. Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus pemberi waralaba.

Kedua , terbukti sudah memberikan keuntungan. Hal ini didukung dengan usaha itu sudah berjalan selama lima tahun dan didukung dengan laporan keuangan. Ketiga, memiliki standar atas pelayanan barang dan jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis. Keempat, mudah diajarkan dan diaplikasikan. Artinya, jika Anda membeli usaha waralaba ini, usaha ini juga dapat Anda jalankan, bukan hanya pihak pemilik bisnis.

Kelima, adanya dukungan yang berkesinambungan. Artinya, penjual bisnis/pewaralaba tidak hit and go. Penerima waralaba (franchise) dibantu dan dibimbing sehingga dapat menjalankan usaha sama dengan standar yang disepakati. Keenam, hak dan kekayaan intelektual yang terdaftar. Umumnya, HaKI yang didaftarkan adalah merek dan hak cipta.

Umumnya, banyak penawaran bisnis yang mulanya mengaku franchise, lalu berganti kategori menjadi lisensi atau BO. Alasannya, selain karena HaKI yang belum terdaftar, bisnis belum mencapai lima tahun, atau bisa juga keberatan untuk membuka laporan keuangan kepada calon mitra, bahkan sebenarnya belum siap untuk di mitrakan. Namun, sebagai investor/calon mitra, Anda tidak mau pusing dengan segala istilah itu. Yang penting Anda beli sudah terbukti menguntungkan.

Tapi, Anda harus peduli dengan segala surat, sertifikat, atau dokumen lainnya. Saya pikir, jika memang ingin serius melakukan kerjasama dalam bentuk apapun, dokumen-dokumen yang diperlukan sebaiknya dilengkapi agar kedua belah pihak menjadi yakin dan jelas terhadap bisnis yang dijual atau akan dibeli oleh calon mitra.



Sumber : Kontan, 11 Januari 2013

Wednesday, January 9, 2013

Mencicipi Tawaran Bisnis Ayam Goreng

Tawaran waralaba dan kemitraan bisnis makanan olahan ayam tak ada habisnya. Tawaran terbaru datang dari Alexa Fried Chicken (AFC) di Bandung, Jawa Barat.
Lewat tawaran yang mulai dirilis Desember 2012 ini, AFC menjadikan ayam goreng tepung sebagai menu utama. Kendati mengusung brand baru, pemilik usaha ini sudah tak asing lagi dengan bisnis ayam goreng tepung.

"AFC ini anak usaha dari Rocket Fried Chicken (RFC) dan Jupe Fried Chicken (JFC) yang sudah saya dirikan sebelumnya," kata Dicky Satria, pemilik AFC.Saat ini, AFC telah memiliki tiga gerai yang seluruhnya milik pusat dan berlokasi di Sulawesi. Jika tertarik menjadi mitra, ada tiga jenis paket investasi yang ditawarkan.Paket termurah adalah, pertama, paket gerobak dengan biaya investasi Rp 10 juta.

Dengan biaya tersebut, mitra akan mendapatkan booth, perlengkapan, bahan baku awal, dan pelatihan. "Paket ini untuk pengusaha dengan modal minim," tutur Dicky.
Dicky mengestimasikan, mitra paket ini bisa memperoleh omzet Rp 6 juta per bulan, dengan laba bersih 30%. Mitra ditargetkan balik modal dalam waktu enam bulan.

Kedua, paket kios dengan nilai investasi Rp 45 juta. Syaratnya, mitra harus menyiapkan tempat seluas 24 meter persegi. Dalam paket ini mitra akan mendapat dekorasi tempat, perlengkapan, bahan baku awal serta pelatihan. Omzet yang diharapkan sebesar Rp 20 juta per bulan, dengan laba bersih 30%. Mitra diperkirakan balik modal dalam delapan bulan.Ketiga, paket resto dengan biaya investasi Rp 100 juta. Dalam paket ini, mitra harus menyediakan tempat seluas 40 meter persegi. Mitra akan mendapat dekorasi tempat, perlengkapan, bahan baku awal serta pelatihan.

Estimasi omzetnya sebesar Rp 40 juta per bulan, dengan laba bersih 30%. Target balik modalnya sekitar sembilan bulan sejak beroperasi.Lantaran kemitraan AFC ini masih baru, Dicky masih belum menetapkan royalty fee. "Royalty fee berlaku jika mitra sudah balik modal," tuturnya.Membidik segmen konsumen kelas menengah bawah, satu potong ayam goreng tepung di AFC dibanderol seharga Rp 6.000. Kehadiran AFC ini melengkapi RFC dan JFC yang cenderung membidik kelas menengah atas.
Pengamat waralaba dari Proverb Consulting, Erwin Halim mengatakan, prospek bisnis makanan olahan ayam masih menjanjikan. Dengan harga jual yang terjangkau, perputaran uang di bisnis makanan olahan ayam cukup cepat.
Selain itu, modal membangun bisnis makanan olahan ayam juga tergolong murah.
Namun, jika usaha ayam goreng ini ditawarkan dalam bentuk kemitraan, sebaiknya pemain yang menawarkan kemitraan harus memberikan contoh gerai yang sudah sukses di bisnis ini.

“Sebaiknya, suatu bisnis kemitraan baru bisa menawarkan kerjasama jika sudah berumur di atas dua tahun sampai tiga tahun,” ujar Erwin.
Maka itu, Erwin menyarankan, AFC menahan diri dulu dengan memusatkan perhatian pada pengembangan usaha sampai berhasil. Setelah itu, baru menawarkan kemitraan.

CV. Alexa Fried Chicken
Graha DFI 2nd Floor - 
Grand Surapati Core Jl PHH Mustofa No 39, Bandung
HP: 087825455551

Sumber : Kontan, Rabu 9 Januari 2013
               Revi Yohana. S , Noverius Laoli