Namun, kehadirannya di Indonesia sudah
banyak mengalami inovasi. Selain gurita, banyak pengusaha kuliner menambahkan
bahan isian aneka seafood, seperti udang, ikan, dan lain-lain. Mereka
berinovasi dan menjadikan takoyaki sebagai ladang usaha karena makanan ini
punya banyak penggemar di Indonesia.
Bahkan, banyak dari mereka yang menawarkan
kemitraan atau waralaba. Kendati sudah melewati masa booming, peluang bisnis
ini masih menjanjikan. Terbukti, beberapa tawaran kemitraan takoyaki mengalami
pertumbuhan jumlah mitra. Beberapa diantaranya adalah Oishii Tako, Takoyaki-na,
dan Takoyaku. Bagaimana kondisi usaha mereka saat ini? Berikut ulasannya.
Takoyaki-na
KONTAN pernah mengulas tawaran kemitraan
Takoyaki-na pada bulan Maret 2010. Saat itu, usaha asal Yogyakarta ini sudah
memiliki 50 gerai. "Kini jumlah gerai kami sudah 75 gerai," kata
Yudithia Samsul, sang pemilik usaha Takoyaki-na. Dari jumlah tersebut, hanya
dua gerai milik sendiri. Sisanya milik mitra usaha. Gerai tersebut tersebar di
Jakarta, Depok, Tangerang, Purwokerto, Solo, Samarinda, Surabaya dan
Balikpapan.
Ia menargetkan, jumlah outlet sampai akhir
tahun ini mencapai 85 unit. Ia optimistis target itu tercapai. "Kemitraan
kami diminati karena banyak masyarakat menyukai citarasa takoyaki kami,"
kata Yudith yang mendirikan usaha pada Maret 2009 ini. Yudith menawarkan
takoyaki dengan beragam varian isi, seperti cumi-cumi, keju, daging sapi,
kepiting, dan ayam. Karena ada kenaikan harga bahan baku, kini harga jual
Takoyaki-na dibanderol mulai Rp 8.500 - Rp 9.000 per porsi. Harga sebelumnya Rp
6.500 per porsi.
Selain inovasi menu, untuk mengembangkan
usaha, ia juga gencar melakukan sosialisasi kepada calon mitra. Selain lewat
internet, sosialisasi juga dilakukan lewat media-media lokal di Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Komunikasi dengan para mitra yang sudah berjalan juga tetap
dilakukan. Ia mengklaim, omzet sebagian besar mitra usahanya sesuai dengan
target semula.
Takoyaki-na menawarkan dua paket kemitraan,
yakni paket Rp 7,5 juta dan paket Rp 15 juta. Biaya kemitraan ini belum
mengalami perubahan sejak tahun 2010. Masing-masing paket mendapatkan booth,
peralatan memasak, banner, bahan baku, serta pelatihan karyawan. Tapi, jenis
dan kuantitasnya berbeda setiap paket.
Lokasi usahanya juga dibedakan. Paket Rp
7,5 juta berlokasi di pinggir jalan, sedangkan paket Rp 15 juta menyasar pusat
perbelanjaan. Yudith menargetkan, paket Rp 7,5 juta meraup omzet rata-rata Rp
250.000 per hari. Sementara omzet paket Rp 15 juta sebesar Rp 450.000 per hari.
Oishii Tako
Berdiri tahun 2008, gerai pertama Oishii
Tako berada di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan. Pada tahun 2009, sang pemilik,
Aziz Yunus resmi menawarkan kemitraan. Saat diulas KONTAN pada September 2010,
Oishii Tako baru memiliki empat gerai.
Selang dua tahun, jumlah gerainya saat ini
sudah 30 gerai. Dari jumlah itu, hanya empat gerai yang dimiliki oleh Aziz.
Selebihnya milik mitra usaha. Penambahan mitra itu kebanyakan di Palembang,
Yogyakarta, dan Ciamis. Sementara gerai lain tersebar di Jakarta dan Tangerang.
Aziz mengaku, kinerja bisnisnya ini lumayan
memuaskan. "Soalnya, kompetitor semakin banyak dibandingkan saat pertama
kali saya memulai usaha," jelasnya. Kendati persaingan kian ketat, ia
optimistis tetap bisa bertahan. Untuk mengembangkan usahanya, ia fokus
melakukan inovasi menu.
Selain isi daging gurita, Aziz kini membuat
takoyaki dengan isi cumi-cumi, udang, kepiting, dan sebagainya. Varian menu ini
dilakukan guna memenuhi selera pasar. "Karena tak semua orang menyukai
daging gurita," ujarnya. Sejak tahun 2010, Aziz juga menambahkan toping
saos pedas bagi konsumen yang menyukai rasa pedas.
Selain inovasi menu, ia juga tetap
mempertahankan harga jual bahan baku ke mitra usaha. Dalam kerjasama kemitraan
ini, Aziz belum menaikkan paket investasi Oishii. Ada dua pilihan paket
investasi yang ditawarkannnya.Yakni, paket Rp 2,25 juta dan Rp 6 juta. Untuk
paket pertama, mitra hanya mendapatkan alat panggang takoyaki, bahan baku untuk
150 porsi, serta kerja sama. Peralatan lain seperti booth harus disediakan
sendiri oleh mitra.
Sementara untuk paket kedua , mitra akan
mendapatkan booth, peralatan memasak, dan bahan baku awal untuk 150 porsi.
Mitra juga akan mendapat alat promosi dan seragam karyawan. Kerjasama ini tidak
memungut biaya royalti fee. Namun, mitra wajib membeli bahan baku dari pusat.
Bahan baku takoyaki ini termasuk spesifik. Misalnya, katsuobushi yang terbuat
dari daging ikan cakalang yang diserut untuk diambil kaldunya. Selain itu,
rumput laut atau biasa disebut nori, yang sudah berbentuk bubuk.
Untuk harga jual ke konsumen mengalami
kenaikan menjadi Rp 10.000 per porsi, dari sebelumnya Rp 9.000. Selain
takoyaki, kini Aziz juga mulai mengenalkan camilan pendamping untuk dijual
bersamaan, yakni okonomiyaki. "Meski penjualannya belum banyak, tapi bisa
menambah omzet mitra," ujar Aziz.
Takoyaku
Berdiri sejak Desember 2010 di Bogor, Jawa
Barat, Takoyaku merambah kemitraan pada Februari 2011. Saat KONTAN mengulas
kemitraan ini pada Juni 2011, Takoyaku baru punya tujuh gerai.
Jumlah gerainya saat ini sudah ada 20 yang
tiga diantaranya milik sendiri. Syafril Angga Saputra, pemilik Takoyaku bilang,
para mitra usahanya tersebar di berbagai kota, seperti Jakarta, Bandung, Bogor,
dan Palembang.
Tahun lalu, Takoyaku masih menawarkan
kemitraan dengan paket investasi senilai Rp 5,5 juta. Estimasi omzet mitra Rp
225.000 dan balik modal dalam waktu tiga bulan. Saat itu, menu takoyakinya
masih terdiri empat pilihan rasa, yakni original, spicy, double cheese, dan mix
max.
Nah, sekarang beberapa sudah ada yang
mengalami perubahan. Misalnya, paket investasinya sudah naik menjadi Rp 7 juta.
Investasi itu sudah termasuk peralatan, booth dan bahan baku awal. "Tapi
belum sewa tempat," ujarnya.
Angga mengaku terpaksa menaikkan biaya
investasi karena menyesuaikan dengan kenaikan harga peralatan dan bahan baku
produk. Kendati begitu, Angga memastikan harga jual Takoyaku tidak mengalami
kenaikan. "Masih masih kami jual Rp 7.000-Rp 8.000 per porsi,"
ujarnya.
Untuk target omzet dan balik modalnya masih
sama. Hanya pilihan menunya kini semakin beragam. Selain takoyaki juga tersedia
okonomiyaki, yuki sobu, dan yuki udon. Untuk lebih mempopulerkan brand Takoyaku
ini, Angga berencana membuka paket mini resto.
Harus
Berani Menawarkan Menu Berbeda
Kendati
merupakan makana khas Jepang, bisnis takayoki di Indonesia masih menjanjikan.
Peluangnya masih terbuka karena penggemarnya cukup banyak di Indonesia. Itu
sebabnya, kata Erwin Halim, konsultan
dan pengamat waralaba dari Proverb Consulting, bisnis ini masih akan
diminati. “Apalagi risikonya kecil dengan harga dan biaya investasi yang
terjangkau masyarakat menengeh kebawah” katanya
Dengan
rata-rata harga jual sekitar Rp 10.000 perporsi, siapapun bisa membelinya
sekedar mencoba rasa. Kendati minim risiko, tetap ad abeberapa hal yang harus
diperhatikan para pemain bisnis ini. Hal utama yang perlu diperhatikan terkait
dengan inovasi menu. Menurutnya, para pemain di bisnis ini berani memproduksi t
akoyaki dengan rasa yang berbeda “Diferensiasi produk itu penting untuk
mengungguli yan lainnya” ujar Erwin.
Terlebih,
persaingan di bisnis ini sudah semakin ketat. Bila semua produk yang dijual
sama, maka tidak ada pembeda dengan pemain yang lain yang dapat menarik minat
konsumen. Selain inovasi menu, Erwin
juga menekankan pentingnya strategi penjualan. Hal ini terkait erat dengan pemilihan lokasi usaha.
Karena ini bisnis makanan, ia menyarankan memilih tempat di keramaian, seperti
mal. Apalagi takoyaki merupakan makanan ringan. “Dipintu-pintu keluar mal
sangat bagus makanan ini dijajakan,” ujarnya
Bila
tempat pertama kurang ramai, harus berani memindahkan hasil usaha ke tempat
lain. Makanya, harus jeli melihat tempat strategis lainnya. Untuk itu, jangan
menyewa satu tempat dalam waktu lama.
Sumber : Kontan Sabtu, 1 September 2012
Noverius Laoli, Revi Yohana, Fahriyadi ,
No comments:
Post a Comment