Bisnis waralaba semakin berkembang. Masyarakat diminta
lebih berhati-hati sebelum memutuskan untuk terjun ke dalam bisnis tersebut.Aroma daging sapi panggang meruap sedap tercium
tatkala Eko meramunya dalam wajan datar. Setelah meletakkan daging di dalam
kulit yang terbuat dari tepung terigu, dalam waktu kurang dari dua menit,
berakhirlah proses pembuatan kebab daging sapi ala Baba Rafi di kawasan Kebon
Jeruk, Jakarta Barat
“Menu kebab sapi sering dipesan oleh para pelanggan,”
ujar Eko yang mengaku telah bekerja selama dua tahun kepada Prioritas, Kamis
pekan lalu.Menurut Hendy Setiono, pemilik PT Baba Rafi Indonesia,
pertumbuhan bisnis waralaba di Indonesia sangatlah pesat. Beragam konsep maupun
merek banyak ditawarkan pada masyarakat. Besaran dana investasi yang ditawarkan
mulai Rp 3 juta hingga ratusan juta. Masyarakat tinggal memilih jenis waralaba
yang sesuai dengan anggaran yang dimiliki.Hendy menjelaskan mulai menggunakan sistem waralaba
sejak enam tahun lalu. Ia menganggap sistem waralaba sangat baik untuk
mengembangkan usaha. Penyebabnya dengan sistem itu terjadi hubungan yang saling
menguntungkan antara pemilik waralaba dan pewaralaba. Pemilik waralaba
memperoleh keuntungan dapat memperlebar jaringannya hingga ke pelosok daerah
sementara pewaralaba diuntungkan dalam menjalankan bisnis.
Namun tak mudah untuk menjalankan bisnis waralaba ini.
Ada beragam aturan yang harus ditaati pemilik waralaba. Misalnya pemilik
waralaba harus memiliki ciri khas usaha. Selanjutnya harus ada standar atas
pelayanan waralaba secara tertulis, usahanya juga mudah diajarkan dan
diaplikasikan. “Yang pasti brandnya harus didaftarkan ke Dirjen Hak Atas
Kekayaan Intelektual, Kementerian Kehakiman dan HAM,” ujar Hendy.
Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi
Indonesia (WALI), Amir Karamoy mengatakan pemerintah telah mengatur tata cara
pembuatan usaha waralaba lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 tahun
2012. Beleid itu mengatur bahwa setiap usaha yang menamakan dirinya waralaba
harus mencantumkan logo khusus di papan namanya untuk membedakan mana yang
waralaba dan mana yang bukan.
Menurut Amir tujuan pemasangan logo itu untuk
membedakan antara waralaba, kemitraan dan lisensi. Karena dalam prakteknya
sulit dibedakan antara waralaba, kemitraan dan lisensi. Padahal berdasarkan
aturan hukum yang diberlakukan bagi waralaba jauh lebih ketat dibandingkan
dengan bussines opportunity seperti lisensi, kemitraan, multi level marketing,
distribusi dan dealership.
Bahkan dalam beleid baru itu disebutkan juga bahwa
laporan keuangan waralaba wajib diaudit oleh akuntan publik. “Karena aturannya
sangat ketat banyak pengusaha yang memilih lisensi, kemitraaan dan distribusi,”
kata Amir.
Merujuk pada data WALI, bisnis waralaba ini semakin
berkembang. Tahun ini saja diperkirakan mengalami peningkatan omzet 10 hingga
15 persen dari omzet tahun lalu. Sekadar tahu omzet waralaba selama tahun 2011
mencapai Rp 114 triliun.Dalam beleid yang diteken oleh Menteri Perdagangan
Gita Wirjawan mencantumkan syarat kepemilikan waralaba yaitu Surat Permohonan
Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (SP STWP). Surat tersebut memuat data pemberi
dan penerima waralaba. Setelah memperoleh surat tersebut maka pemberi waralaba
wajib mendaftarkan prospectus penawaran dan penerima wajib mendaftarkan
perjanjiannya.
Pengamat
Waralaba, Erwin Halim mengatakan tujuan penerapan bukti kepemilikan surat
beserta persyaratan untuk melindungi masyarakat. Sebab hingga saat ini masih
banyak waralaba yang belum memiliki STWP.Erwin
menambahkan surat tersebut memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa
perusahaan tersebut sudah terdaftar di Kementerian Perdagangan. Jika sudah
terdaftar tentu saja syarat-syarat untuk mejadi waralaba tentu sudah terpenuhi
sehingga apabila di kemudian hari terjadi masalah antara pemberi dan penerima
waralaba bisa diselesaikan secara hukum. “Di akhir kontrak itu ada perjanjikan
untuk menyelesaikan masalah, apakah di pengadilan atau justru bermusyawarah,” ujar
Erwin.
Sumber
: PRIORITAS edisi 39-Tahun 1½08-14 Oktober 2012
Yudho
Raharjo, Badru Al Wahdi, Fadila Fikriani Armadina
No comments:
Post a Comment