Tuesday, October 9, 2012

Mengurai Jejaring Bisnis Waralaba



Bisnis waralaba semakin berkembang. Masyarakat diminta lebih berhati-hati sebelum memutuskan untuk terjun ke dalam bisnis tersebut.Aroma daging sapi panggang meruap sedap tercium tatkala Eko meramunya dalam wajan datar. Setelah meletakkan daging di dalam kulit yang terbuat dari tepung terigu, dalam waktu kurang dari dua menit, berakhirlah proses pembuatan kebab daging sapi ala Baba Rafi di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat

“Menu kebab sapi sering dipesan oleh para pelanggan,” ujar Eko yang mengaku telah bekerja selama dua tahun kepada Prioritas, Kamis pekan lalu.Menurut Hendy Setiono, pemilik PT Baba Rafi Indonesia, pertumbuhan bisnis waralaba di Indonesia sangatlah pesat. Beragam konsep maupun merek banyak ditawarkan pada masyarakat. Besaran dana investasi yang ditawarkan mulai Rp 3 juta hingga ratusan juta. Masyarakat tinggal memilih jenis waralaba yang sesuai dengan anggaran yang dimiliki.Hendy menjelaskan mulai menggunakan sistem waralaba sejak enam tahun lalu. Ia menganggap sistem waralaba sangat baik untuk mengembangkan usaha. Penyebabnya dengan sistem itu terjadi hubungan yang saling menguntungkan antara pemilik waralaba dan pewaralaba. Pemilik waralaba memperoleh keuntungan dapat memperlebar jaringannya hingga ke pelosok daerah sementara pewaralaba diuntungkan dalam menjalankan bisnis.
Namun tak mudah untuk menjalankan bisnis waralaba ini. Ada beragam aturan yang harus ditaati pemilik waralaba. Misalnya pemilik waralaba harus memiliki ciri khas usaha. Selanjutnya harus ada standar atas pelayanan waralaba secara tertulis, usahanya juga mudah diajarkan dan diaplikasikan. “Yang pasti brandnya harus didaftarkan ke Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual, Kementerian Kehakiman dan HAM,” ujar Hendy.

Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Amir Karamoy mengatakan pemerintah telah mengatur tata cara pembuatan usaha waralaba lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 tahun 2012. Beleid itu mengatur bahwa setiap usaha yang menamakan dirinya waralaba harus mencantumkan logo khusus di papan namanya untuk membedakan mana yang waralaba dan mana yang bukan.
Menurut Amir tujuan pemasangan logo itu untuk membedakan antara waralaba, kemitraan dan lisensi. Karena dalam prakteknya sulit dibedakan antara waralaba, kemitraan dan lisensi. Padahal berdasarkan aturan hukum yang diberlakukan bagi waralaba jauh lebih ketat dibandingkan dengan bussines opportunity seperti lisensi, kemitraan, multi level marketing, distribusi dan dealership.
Bahkan dalam beleid baru itu disebutkan juga bahwa laporan keuangan waralaba wajib diaudit oleh akuntan publik. “Karena aturannya sangat ketat banyak pengusaha yang memilih lisensi, kemitraaan dan distribusi,” kata Amir.

Merujuk pada data WALI, bisnis waralaba ini semakin berkembang. Tahun ini saja diperkirakan mengalami peningkatan omzet 10 hingga 15 persen dari omzet tahun lalu. Sekadar tahu omzet waralaba selama tahun 2011 mencapai Rp 114 triliun.Dalam beleid yang diteken oleh Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mencantumkan syarat kepemilikan waralaba yaitu Surat Permohonan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (SP STWP). Surat tersebut memuat data pemberi dan penerima waralaba. Setelah memperoleh surat tersebut maka pemberi waralaba wajib mendaftarkan prospectus penawaran dan penerima wajib mendaftarkan perjanjiannya.

Pengamat Waralaba, Erwin Halim mengatakan tujuan penerapan bukti kepemilikan surat beserta persyaratan untuk melindungi masyarakat. Sebab hingga saat ini masih banyak waralaba yang belum memiliki STWP.Erwin menambahkan surat tersebut memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa perusahaan tersebut sudah terdaftar di Kementerian Perdagangan. Jika sudah terdaftar tentu saja syarat-syarat untuk mejadi waralaba tentu sudah terpenuhi sehingga apabila di kemudian hari terjadi masalah antara pemberi dan penerima waralaba bisa diselesaikan secara hukum. “Di akhir kontrak itu ada perjanjikan untuk menyelesaikan masalah, apakah di pengadilan atau justru bermusyawarah,” ujar Erwin.

Sumber : PRIORITAS edisi 39-Tahun 1½08-14 Oktober 2012
Yudho Raharjo, Badru Al Wahdi, Fadila Fikriani Armadina


No comments:

Post a Comment