Tuesday, October 30, 2012

Menjajal bisnis kue adonan Shiren Sungkar


Bisnis cake shop kini mulai menjamur dan mulai banyak dilirik orang. Apalagi di kota-kota besar. Salah satu pemain baru yang menawarkan kemitraan cake shop adalah Shireen Sungkar.Artis cantik kelahiran 1990 ini mulai membuka usaha cake shop yang diberi nama Shireen Cake Shop. Shiren memulai usaha ini sejak Januari 2012 di Bandung. Kemudian, Agustus 2012, ia mulai menawarkan kemitraan bagi masyarakat yang tertarik terjun di bisnis cake shop.

Lantaran masih baru, hingga saat ini, Shireen Cake Shop belum punya mitra. Reno Syafuddin, Executive Marketing Shireen Cake Shop, bilang, ada tiga paket investasi yang ditawarkan oleh Shireen.Paket pertama dengan biaya investasi Rp 195 juta dengan luas ruangan 80 m² dan kapasitas 30 kursi pengunjung. Dengan estimasi omzet Rp 90 juta per bulan, mitra diperkirakan bisa balik modal setelah 21 bulan.

Paket kedua, dengan biaya investasi Rp 225 juta. Mitra harus menyiapkan ruangan seluas 100 m² yang bisa memuat sekitar 40 kursi. Dalam sebulan, mitra bakal mengantongi omzet Rp 120 juta dan bisa balik modal dalam jangka 19 bulan.Sementara, untuk paket ketiga, mitra harus membayar biaya investasi sebesar Rp 295 juta. Yang harus disiapkan mitra ialah ruangan seluas 120 m² dan menampung 60 kursi pengunjung. Mitra diprediksi mendapatkan omzet Rp 180 juta dan balik modal dalam 16 bulan.

Dari tiap paket investasi, menurut estimasi Reno, laba bersih mencapai 30% dari omzet. Selanjutnya, mitra akan mendapatkan perlengkapan cake shop dari biaya investasi.Sebesar 30% dari biaya itu merupakan franchise fee dan sisanya 70% merupakan investment fee yang mencakup promosi, perlengkapan cake shop, peralatan memasak, serta peralatan makan dan minum. "Tidak hanya itu, kami akan memberikan bahan baku awal dan pelatihan untuk karyawan, serta pendampingan pada mitra," tambahnya.

Shireen Cake Shop menjual beragam kue, mulai dari tiramisu, blackforest, fruit fair, mousse, dan berbagai kue tart yang bisa dikreasikan sesuai keinginan pelanggan. Kisaran harga kue yang dijual ialah Rp 12.000 per potong hingga Rp 150.000 untuk satu loyang kue.Mitra diwajibkan membeli bahan baku kue dari pusat dengan mengeluarkan biaya sekitar 33% dari omzet. Selain itu, mitra juga harus membayar biaya royalti sebesar 5% dari omzet tiap bulannya.

Erwin Halim, pengamat waralaba dari Proverb Consulting menilai, usaha penjualan kue masih cukup menarik dan memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Namun, calon mitra pun tetap berhati-hati karena usaha Shireen ini masih baru dan belum teruji.

Shiren Cake Shop          
Grand Surapati Core

Sumber : Kontan, 30 Oktober 2012
                 Marantina Napitu, Revi Yohana S

Tuesday, October 9, 2012

Mengurai Jejaring Bisnis Waralaba



Bisnis waralaba semakin berkembang. Masyarakat diminta lebih berhati-hati sebelum memutuskan untuk terjun ke dalam bisnis tersebut.Aroma daging sapi panggang meruap sedap tercium tatkala Eko meramunya dalam wajan datar. Setelah meletakkan daging di dalam kulit yang terbuat dari tepung terigu, dalam waktu kurang dari dua menit, berakhirlah proses pembuatan kebab daging sapi ala Baba Rafi di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat

“Menu kebab sapi sering dipesan oleh para pelanggan,” ujar Eko yang mengaku telah bekerja selama dua tahun kepada Prioritas, Kamis pekan lalu.Menurut Hendy Setiono, pemilik PT Baba Rafi Indonesia, pertumbuhan bisnis waralaba di Indonesia sangatlah pesat. Beragam konsep maupun merek banyak ditawarkan pada masyarakat. Besaran dana investasi yang ditawarkan mulai Rp 3 juta hingga ratusan juta. Masyarakat tinggal memilih jenis waralaba yang sesuai dengan anggaran yang dimiliki.Hendy menjelaskan mulai menggunakan sistem waralaba sejak enam tahun lalu. Ia menganggap sistem waralaba sangat baik untuk mengembangkan usaha. Penyebabnya dengan sistem itu terjadi hubungan yang saling menguntungkan antara pemilik waralaba dan pewaralaba. Pemilik waralaba memperoleh keuntungan dapat memperlebar jaringannya hingga ke pelosok daerah sementara pewaralaba diuntungkan dalam menjalankan bisnis.
Namun tak mudah untuk menjalankan bisnis waralaba ini. Ada beragam aturan yang harus ditaati pemilik waralaba. Misalnya pemilik waralaba harus memiliki ciri khas usaha. Selanjutnya harus ada standar atas pelayanan waralaba secara tertulis, usahanya juga mudah diajarkan dan diaplikasikan. “Yang pasti brandnya harus didaftarkan ke Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual, Kementerian Kehakiman dan HAM,” ujar Hendy.

Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Amir Karamoy mengatakan pemerintah telah mengatur tata cara pembuatan usaha waralaba lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 tahun 2012. Beleid itu mengatur bahwa setiap usaha yang menamakan dirinya waralaba harus mencantumkan logo khusus di papan namanya untuk membedakan mana yang waralaba dan mana yang bukan.
Menurut Amir tujuan pemasangan logo itu untuk membedakan antara waralaba, kemitraan dan lisensi. Karena dalam prakteknya sulit dibedakan antara waralaba, kemitraan dan lisensi. Padahal berdasarkan aturan hukum yang diberlakukan bagi waralaba jauh lebih ketat dibandingkan dengan bussines opportunity seperti lisensi, kemitraan, multi level marketing, distribusi dan dealership.
Bahkan dalam beleid baru itu disebutkan juga bahwa laporan keuangan waralaba wajib diaudit oleh akuntan publik. “Karena aturannya sangat ketat banyak pengusaha yang memilih lisensi, kemitraaan dan distribusi,” kata Amir.

Merujuk pada data WALI, bisnis waralaba ini semakin berkembang. Tahun ini saja diperkirakan mengalami peningkatan omzet 10 hingga 15 persen dari omzet tahun lalu. Sekadar tahu omzet waralaba selama tahun 2011 mencapai Rp 114 triliun.Dalam beleid yang diteken oleh Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mencantumkan syarat kepemilikan waralaba yaitu Surat Permohonan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (SP STWP). Surat tersebut memuat data pemberi dan penerima waralaba. Setelah memperoleh surat tersebut maka pemberi waralaba wajib mendaftarkan prospectus penawaran dan penerima wajib mendaftarkan perjanjiannya.

Pengamat Waralaba, Erwin Halim mengatakan tujuan penerapan bukti kepemilikan surat beserta persyaratan untuk melindungi masyarakat. Sebab hingga saat ini masih banyak waralaba yang belum memiliki STWP.Erwin menambahkan surat tersebut memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa perusahaan tersebut sudah terdaftar di Kementerian Perdagangan. Jika sudah terdaftar tentu saja syarat-syarat untuk mejadi waralaba tentu sudah terpenuhi sehingga apabila di kemudian hari terjadi masalah antara pemberi dan penerima waralaba bisa diselesaikan secara hukum. “Di akhir kontrak itu ada perjanjikan untuk menyelesaikan masalah, apakah di pengadilan atau justru bermusyawarah,” ujar Erwin.

Sumber : PRIORITAS edisi 39-Tahun 1½08-14 Oktober 2012
Yudho Raharjo, Badru Al Wahdi, Fadila Fikriani Armadina


Saturday, October 6, 2012

Bisnis yoghurt mulai kurang segar


 
Sebagai minuman menyegarkan, permintaan yoghurt sempat booming beberapa tahun lalu. Bisnisnya pun semarak, ditandai dengan banyaknya tawaran kemitraan dan waralaba yoghurt.

Di awal-awal kemunculannya, pasar yoghurt ini memang menjanjikan. Minuman ini populer karena kandungan nutrisinya yang tinggi dan dipercaya bisa meningkatkan daya tahan tubuh.

Selain itu, yoghurt juga berkhasiat memperlancar proses pencernaan. Karena bermanfaat secara kesehatan, yoghurt pun disukai banyak kalangan.Terlebih dari segi rasa, yoghurt juga enak disantap. Yoghurt sendiri merupakan produk hasil fermentasi susu yang rasanya asam.

Namun, pengolahan yoghurt ini bisa dipadukan dengan banyak varian rasa, seperti seperti stroberi, anggur, dan mangga. Cara penyajian sendiri bisa dalam bentuk yoghurt beku alias frozen yoghurt (froyo) dan yoghurt cair.  

Lantaran semakin banyak pemain, bisnis yoghurt mulai terlihat tanda-tanda mengalami kejenuhan.  Usaha ini pun cenderung jalan di tempat. Hal itu setidaknya terungkap dari review usaha yoghurt yang diulas KONTAN kali ini. Mereka yang diulas adalah Sweetheart Yoghurt, Country Farm, dan Happy Froyo.

Dari tiga pemain bisnis yoghurt itu, ada yang stagnan dan ada yang sampai menutup usahanya. Seperti apa persisnya perkembangan usaha mereka, berikut ulasannya:

 Sweetheart Yoghurt

Sweetheart Yoghurt berdiri sejak tahun 2006 dan mulai menawarkan kemitraan pada tahun 2011. Saat KONTAN mengulas tawaran ini, Sweetheart baru memiliki dua gerai milik sendiri dan belum memiliki mitra.

Setahun setelah menawarkan kemitraan, Sweetheart Yoghurt hanya berhasil menjaring satu mitra. Totalnya gerainya sendiri ada tiga. Dengan rinciannya, satu milik mitra dan dua milik sendiri. Seluruh gerai berlokasi di Jakarta. "Salah satu gerai saya sepertinya mau saya tutup karena lokasinya kurang menjanjikan," ujar Hardy Salim, pemilik Sweetheart Yoghurt.

Hardy mengaku, mitranya tidak bertambah karena ia tidak pernah menggunakan media massa atau alat promosi lain. Kendati kemitraan jalan di tempat, ia mengaku masih menjalankan usahanya ini dengan baik.

Ia juga mengaku masih memiliki sejumlah agen yang memasarkan yoghurtnya dengan sistem beli putus.  Hardy juga masih membuka peluang bagi siapapun yang berminat menjadi mitra usahanya.

Namun, ada sedikit perubahan dalam penawaran paket. Sebelumnya, Hardy menawarkan dua paket. Pertama, paket mitra A sebesar Rp 38 juta. Dalam paket ini mitra akan mendapatkan yoghurt senilai Rp 5 juta, serta freezer dan cooler dengan logo Sweetheart Yoghurt.  Masa kerjasama selama tiga tahun.

Kedua, paket mitra B senilai Rp 28 juta. Calon mitra akan mendapatkan produk yoghurt senilai Rp 2,5 juta dan freezer. Namun, mitra harus memiliki cooler sendiri dengan masa kontrak selama dua tahun.

Nah, saat ini, Hardy tidak lagi menawarkan paket A. "Sekarang hanya menawarkan paket B dengan masa kerja sama dua tahun," ujarnya. Harga paket ini pun sudah naik menjadi Rp 30 juta. Namun, bila memiliki freezer sendiri, mitra cukup membayar Rp 25 juta saja.

Selain kemitraan, Hardy masih menawarkan sistem keagenan. Setiap agen membeli produk dengan potongan harga 15% hingga 20% dari harga jual. Sweetheart Yoghurt menawarkan berbagai macam produk, seperti frozen yoghurt, yoghurt cair, ice cream yoghurt, dan es mambo yoghurt.

Sweetheart juga telah menambahkan satu menu baru, yakni puding yoghurt. Harga jual aneka menu yoghurt ini mulai Rp 4.000 hingga Rp 18.000 per porsi. Hardy menilai, prospek bisnis yoghurt sebetulnya masih menjanjikan. Namun, harus pintar memilih lokasi. "Selain itu, pemilik usaha harus bekerja keras mengenalkan yoghurt ke masyarakat sebagai makanan sehat. Sebab, masyarakat kurang mengetahui manfaatnya," ujar Hardy.

Country Farm

KONTAN mengulas tawaran kemitraan Country Farm pada Desember 2009 lalu. Usdaha ini sendiri berdiri pada Agustus 2009. Saat itu, Country Farm baru memiliki satu gerai milik sendiri di Tanjung Duren, Jakarta Barat.

Setelah berjalan hampir tiga tahun, usaha yoghurt ini nampaknya meredup. Selain tidak berhasil menjaring mitra sama sekali, Country Farm juga sudah menutup usahanya.

Staf pemasaran Country Farm, Ida Rahmawati mengakui, usaha yoghurt mereka tidak berjalan dengan baik. "Saat ini kami tidak lagi memasarkan yoghurt," ujarnya.

Gerai yoghurt mereka di Tanjung Duren kini dipakai buat usaha lain. Namun, ia tidak mau merinci usaha apa yang sekarang sedang dijalankannya. Menurut Ida, ada beberapa kendala yang menghambat perkembangan usaha Country Farm. Diantaranya kendala pemasaran. Ia mengaku, selama ini kesulitan melakukan pemasaran produk.

Menurut Ida, tidak mudah menjual yoghurt karena pasar minuman ini sangat terbatas. "Berbeda dengan minuman lain, tidak semua orang suka yoghurt," kata Ida.

Selain itu, pihaknya juga kesulitan mencari pasokan bahan baku yang sesuai dengan keinginan Country Farm. Sebelumnya, Country Farm menawarkan kemitraan dengan biaya investasi Rp 100 juta. Mitra mendapat mesin pembuat frozen yoghurt, lisensi, lemari pendingin, dekorasi dan lay out, topping show case, dan bahan baku awal.

Dalam kerjasama ini, mitra menyediakan gerai seluas 3 meter (m) x 2,5 m. Country Farm sendiri fokus membuat frozen yoghurt dengan sepuluh jenis pilihan topping. Harga jualnya mulai Rp 13.000 hingga Rp 15.000 per cup.

Happy Froyo

Tawaran kemitraan dari Happy Froyo pernah diulas KONTAN pada Mei 2011. Ketika itu, usaha ini baru berdiri. Happy Froyo berlokasi di Tebet Raya, Jakarta Selatan.

Maya Indraswari, pemilik Happy Froyo mengatakan, tidak lama setelah membuka tawaran kemitraan, ia malah menutup usahanya ini. "Jadi, sekarang Happy Froyo sedang vakum," ujarnya.

Ia mengaku terpaksa menutup usahanya karena lokasi nya kurang strategis. Lantaran faktor lokasi ini, usaha yoghurt bekunya relatif sepi.


Padahal, kata Maya, sudah ada beberapa calon mitra yang tertarik dan mengubunginya untuk menjalin kerja sama. Calon mitra itu berasal dari Tangerang, Bekasi, Surabaya, Makassar, dan Medan.

Namun, saat itu, Maya masih kesulitan melakukan distribusi bahan baku. Bahan baku Happy Froyo diambil dari peternak sapi perah di Citayeum, Jawa Barat.

Untuk menjamin kualitas yoghurt, Maya enggan memakai bahan pengawet untuk produknya. Saya kesulitan menciptakan formula yang tahan lama, tapi tidak pakai bahan pengawet, ujarnya.

Awalnya, Maya membuka tawaran kemitraan dengan investasi awal sebesar Rp 50 juta untuk kerjasama lima tahun. Uang muka yang harus dibayarkan sebesar 50% saat terjadi kesepakatan.

Sisa investasi dibayarkan ketika mitra menerima seluruh peralatan. Asumsinya, mitra bisa mendapatkan omzet sebesar Rp 13,5 juta per bulan. Jadi, menurut hitungan Maya, mitra bakal balik modal dalam waktu 14 bulan. Happy Froyo dijual dengan harga Rp 15.000 per cup.

Yoghurt menjanjikan di segmen bawah

Banyak pemain bisnis yoghurt yang menutup usahanya lantaran tidak mendapatkan mitra. Kendati banyak banyak pemain bertumbangan, Erwin Halim dari Proverb Consulting menilai, prosepek usaha ini sebetulnya masih ada. Menurutnya, kebutuhan akan minuman yoghurt tetap tinggi. Namun, kelangsungan usaha sangat bergantung kepada lokasi penjualan dan segmen pasar.

Erwin mengatakan, pelaku bisnis harus mengubah segmentasi pasar, dari kelas ekonomi menengah atas menjadi kelas ekonomi menengah kebawah. Pasalnya, masih sulit bagi merek-merek baru menyaingi merek yang sudah punya nama di bidang usaha ini, seperti Sour Sally dan Heavenly Blast.

"Masih sulit untuk mengimbangi merek-merek itu. Jadi, sebaiknya menyasar menengah ke bawah dulu agar penjualan bisa terjaga," katanya

Strategi mengubah segmen pasar itu bisa dilakukan dengan mencari lokasi yang bisa dijangkau kelas menengah bawah. Selain itu, harga jual harus diturunkan. Pelaku bisnis bisa menurunkan harga di bawah Rp10.000. Ia mencontohkan eskrim Cone yang penjualan meningkat setelah menurunkan harga dari Rp 10.000 menjadi Rp 2.000 hingga Rp 3.000. Dengan begini, kelas menengah bawah akan tertarik membeli.

Erwin sendiri mengakaui, yoghurt belum menjadi produk makanan yang disukai masyarakat luas. Makanan pemain bisnis ini harus pintar-pintar melakukan modifikasi produl, sehingga masyarakat menyukai. Bila membuat yoghurt seperti apa adanya, maka mereka pasti akan kalah bersaing.

Sumber : Kontan Sabtu 6 Oktober 2012
  Revi Yohana, Marantina