Friday, March 22, 2013

Solusi Menyelesaikan Beban Sewa Tempat Usaha Kursus

PERTANYAAN:
Pak Erwin Yth.
Saya memiliki sebuah kursus yang sudah berjalan puluhan tahun, karena pemiliknya dalam yayasan sering sekali pengambilan keputusan menjadi lambat. Beberapa kali wacana untuk membuat kursus ini menjadi professional dibicarakan, namun tidak pernah berujung final.

Bulan lalu, pemilik gedung tempat kami sewa, meminta kenaikan harga sewa karena harga sewa yang kami bayar jauh lebih murah dari ruko sejenis di sekitar kami. Jadi, dalam bulan depan kursus kami terpaksa harus tutup
, karena kami belum mempunyai tempat namun mendadak harus pindah. Bagaimana pendapat Bapak? Apa yang harus kami lakukan bila tetap ingin menjalankan bisnis ini.

Albert Kartini,
Jakarta Pusat
JAWABAN:
Saudara Albert, profesionalisme memang target dan tuntutan konsumen. Dengan lebih professional menangani bisnis dan memberi pelayanan yang makin baik kepada konsumen, konsumen lebih puas dan banyak bisnis yang kehilangan pelanggan dan akhirnya harus tutup karena masalah pindah tempat, akhirnya akan mengajak teman-temannya atau membawa pelanggan baru.

Pada tahap selanjutnya, omzet dan profit akan bertambah istilah “value chain”yang dikenalkan oleh Porter ini sebenarnya wajib kita jalankan kalau ingin bisnis kita bisa maju.

Saya pikir baik struktur organisasi maupun tim memberi dari manajemen perusahaan bapak harus dikaji ulang. Selain itu, perlu dipertegas lagi peranan masing-masing tim memberi.

Kenapa pengambilan keputusan lama dan kenapa keputusan penting dan strategi berlarut-larut serta tidak langsung dikerjakan.

Tentunya hal ini dipengaruhi oleh key person dalam struktur organisasi kursus bapak. Sangat disayangkan kalau kursus yang sudah berjalan puluhan tahun tiba-tiba harus ditutup karena masalah sewa tempat. Saya pikir dengan dapat berjalannya bisnis bapak selama puluhan tahun, tentunya selain pengalaman yang memadai dari bapak dan tim, membuktikan bahwa bisnis bapak ada profit dan juga memiliki customer base yang besar.


Alangkah baiknya, tim memberi dari manajemen kembali memikirkan untuk renegoisasi harga sewa. Paling tidak selama setahun atau mungkin beberapa bulan diperpanjang. Sementara diperpanjang, bapak dan tim dalam yayasan bisa mencari tempat baru untuk memindahkan customer bapak.

Alternatif lain, menurut saya, carilah strategic partner yang baru. Bisa dengan menyuntik dana segar agar yayasan dapat menyewa, malah kalau perlu membeli tempat baru. Memang yang menjadi pertimbangan adalah partner baru akan banyak gesekan dan mungkin ketidak sepahaman.

Namun hal ini positifnya, kemungkinan partner baru bisa menerobos kebuntuan dalam komunikasi atau pengambilan keputusan dari masalah yang ada selama ini. Kemungkinan lain adalah mencari partner kerjasama bukan dalam bentuk investasi baru. Bapak dan tim bisa bekerjasama dengan kursus-kursus yang tidak sejenis dengan sistem bagi hasil.

Jadi pihak kursus lain menyediakan tempat dan fasilitasnya, sementara bapak dan tim menyediakan guru dan supporting materialnya. Silabus, kurikulum dan tentunya customer base yang memadai.

Cara ini mungkin lebih memungkinkan bagi tim bapak karena intervensi dari luar tim tidak terlalu besar. Hal penting yang perlu dijaga adalah proses pengambilan keputusan HARUS CEPAT. Saya melihat banyak bisnis yang “hanya” masalah pindah tempat harus kehilangan customernya dan makin lama akan sepi sampai akhirnya perusahaan harus tutup. Semoga insight dari saya dapat memberi pencerahan dan keberhasilan kepada usaha kursus bapak.


Sumber : Kontan 22 Maret 2013

Friday, March 8, 2013

Resiko membangun usaha dengan modal KTA


PERTANYAAN:
Yth. Pak Erwin
Saya seorang karyawan di salah satu perguruan tinggi swasta. Saat ini saya bersama beberapa tema di lingkungan saya sudah menjalankan usaha catering. Biasanya saya mendapat order dan setelah dapat order baru saya kerjakan usaha catering saya bersama teman-teman dikarenakan saya juga bekerja.

Saya mendengar dari teman ada proyek untuk catering event organizer (EO). Namun mengingat EO tersebut mempunyai order lebih besar dari yang pernah saya kerjakan dan hanya memberikan uang muka sebagian, saya tidak dapat memenuhi pesanan tersebut. Maklum, dana saya terbatas untuk membeli peralatan masak, berbelanja bahan makanan dan menggaji pegawai.

Sayan ingin mengambil kredit tanpa agunan (KTA) dari perbankan. Apakah tepat menjalankan usaha bermodal KTA? Apa saja yang harus dipersiapkan jika ingin lebih professional di bisnis catering?
Diana,
Kebun jeruk, Jakarta Barat
JAWABAN
Dear Ibu Diana
Tentunya tidak mudah untuk menjalankan bisnis sambil bekerja. Namun saya melihat jiwa entrepreneurship dalam diri Ibu. Mengingat ibu masih bekerja tentunya pekerjaan ini juga belum dapat dijalankan secara penuh waktu.

Sasaran Ibu untuk menjadi rekanan catering EO menurut saya cukup bagus. Karena tidak perlu meninggalkan pekerjaan karena EO biasanya mendapat order pada sabtu dan minggu. Namun kalau pesanan datangnya tidak pada hari libur tersebut, menurut cerita Ibu, Ibu mendapat dukungan dari teman-teman di lingkungan.

Yang pasti kalau Ibu ingin memperbesar bisnis Ibu menjadi lebih professional, harus bisa mulai focus kepada bisnis ini. Saya menyarankan sebaiknya ibu jangan sampai melepaskan kesempatan menjadi rekanan catering EO. cobalah bernegoisasi dengan mereka agar mau memberikan uang muka lebih besar dan mempercepat dalam lakukan pembayaran.

Kalau calon rekanan tersebut ibu kenal, cobalah ceritakan masalah Ibu agar ibu tidak perlu melakukan pinjaman dari bank. Namun beri rekanan ibu sedikit insentif misalnya dengan menambahkan porsi sebagai imbalan, tapi jangan beri diskon. Agar pada waktu Ibu tidak dibayar dengan porsi yang besar pada suatu waktu, ibu tidak perlu memberikan diskon.

Pertanyaan Ibu untuk mengambil KTA, sebenarnya tidak kamu sarankan untuk jangka yang panjang karena bunga KTA relative lebih tinggi. Namun kalau melihat rencana Ibu Diana untuk menjadi rekanan catering EO tentunya pengembalian uangnya menjadi bisa lebih cepat. Karena itu, Ibu harus memperhatikan waktu antara pinjaman KTA, pembayaran dari rekanan, serta waktu pengembalian. Kalau Ibu belum yakin jangan terlalu banyak mengambil proyek dari EO. Kerjakan sesuatu yang pasti-pasti saja.

Mengenai bagaimana cara menjadi professional dalam bisnis, banyak sekali yang harus Anda persiapkan. Mulailah belajar dari bisnis yang kecil dulu. Misalnya pesanan-pesanan yang kecil dan dapat ibu tangani dulu.

Usul saya sebaiknya Ibu banyak outsource tenaga kerja, karena bisnis Ibu by event. Pengetahuan tentang memasak,penyajian makan dan manajemen tenaga kerja yang banyak perlu ibu pelajari dan ketahui dengan baik.

Banyak bisnis catering yang mulai dari kecil, namun sekarang sudah berhasil menjadi perusahaan catering yang besar. Kunci suksesnya menurut saya ada pada service. Service kepada rekanan Ibu dan khususnya pelanggan.

Karena jika pelanggan Ibu merasa puas akan membuat order kepada usaha catering Ibu tetap jalan. Jangan lupa juga promosi dalam event yang sedang ibu isi dengan menyediakan kartu nama dan pengenalan brand bisnis catering ibu.
Selamat mencoba, semoga berhasil!


Sumber : Kontan 8 maret 2013

Saturday, March 2, 2013

Bisnis Ayam Goreng Masih Renyah


JAKARTA. Ayam goreng berbalut tepung menjadi salah satu menu andalan pengusaha makanan cepat saji. Meski banyak jenis makanan baru bermunculan, makanan yang akrab dengan sebutan fried chicken ini bisa dibilang menjadi salah satu jawara lantaran punya banyak penggemar.  

Ayam goreng tepung memang menggoda selera dari kalangan menengah bawah yang punya pasar luar biasa besar. Rasa gurih dan renyah daru lapisan tepung yang membalut daging ayam menjadi daya tarik anak-anak hingga remaja.

Menu makanan yang satu ini juga menjadi pilihan bagi orang yang memiliki waktu terbatas. Maklum, untuk menyantapnya, tidak membutuhkan waktu lama. Wajar bila banyak restoran cepat saji yang mengandalkan menu ini terus bertumbuh hingga kini.

Agar pembaca bisa menghitung prospek dan potensi bisnis ini, KONTAN mengulas tiga merek usaha yang mengusung menu andalan ayam goreng tepung, yaitu Quick Chicken, Red Chicken dan Rocket Fried Chicken.
Gerai ketiga usaha ini masih terus bertumbuh. Bahkan, dua diantaranya tumbuh signifikan. Ketiga brand usaha ini mampu bersaing, lantaran membidik pasar menengah ke bawah yang terbilang besar. Simak ulasannya: 

Quick Chicken

Quick Chicken berdiri sejak tahun 2000 di Yogyakarta. Pemiliknya mulai menawarkan kemitraan sejak 2008 silam. Brand yang satu ini sudah cukup dikenal masyarakat, karena gerai merek ini banyak dan telah tersebar di berbagai kawasan. 

Saat KONTAN mengulas usaha ini April 2011, gerai Quick Chicken 146." Kini sudah ada total 229 gerai," kata Indra Sofyan, Franchise and Marketing Manager Quick Chicken. Sebanyak 72 gerai milik pusat, selebihnya milik mitra. 

Semula, Quick Chicken hanya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, dalam setahun terakhir,  cukup banyak gerai yang dibuka di Jabodetabek, Kalimantan dan Sulawesi. Menurut Indra, selain karena promosi, gerai terus bertambah karena pihaknya menjaga ketat penerapan standar operasional setiap gerai. 

"Kami fokus pada pengembangan internal. Jika operasional baik, maka pengunjung pasti ramai. Baik pelanggan maupun calon mitra tentu akan tertarik," kata Indra.
Strategi lainnya, dengan memberikan harga yang kompetitif. Bagi pelanggan, Quick Chicken menawarkan paket mulai dari Rp 8.500 untuk satu paket nasi, ayam goreng tepung, serta minuman. 

Sementara, bagi calon mitra, harga paket investasi pun telah dipangkas menjadi lebih murah. Sebelumnya, Quick Chicken menawarkan paket investasi sebesar Rp 316 juta. Ini sudah termasuk franchise fee Rp 25 juta selama 5 tahun, peralatan, bahan baku awal, renovasi dan opening fee. 

Sekarang, paket investasi diturunkan menjadi Rp 297 juta "Harga franchise fee sebetulnya naik, tapi kami bisa menekan harga beli perlengkapan dan renovasi karena membeli dalam partai besar," papar Indra. 

Quick Chicken menargetkan tahun ini bisa menambah 40 mitra. "Dalam dua bulan pertama, target tersebut telah tercapai 15% atau sudah ada 6 mitra baru," klaim Indra.

Red Chicken

Red Chicken merupakan kemitraan ayam goreng tepung yang awalnya berdiri di Semarang pada 2009. Setahun kemudian, pemilik Red Chicken, Muhammad Mashar, membuka peluang kemitraan untuk memperluas jaringan bisnisnya.

Ketika awal 2012 KONTAN mengulas kemitraan ini, sudah ada enam gerai Red Chicken yang dimiliki oleh mitra, selain satu gerai milik sendiri.Hanya dalam setahun, gerai ini berkembang pesat, hingga memiliki total 33 gerai saat ini. Sepuluh di antaranya milik Mashar. Gerai tersebut tersebar di Surabaya, Cirebon, Semarang, Bandung, Pematang Siantar, dan Palembang. 

Mashar optimistis, selama ayam goreng citarasa Barat masih dinikmati masyarakat, bisnis ayam goreng miliknya akan terus berkibar. Apalagi, Mashar menyajikan ayam goreng tepung dengan harga yang relatif murah. Sampai sekarang, dia belum menaikkan harga jual produk. Satu potong ayam dijual berkisar Rp 4.000-Rp 7.000.

Dia bilang, lantaran Red Chicken menyasar konsumen  kelas menengah, bisnis ini punya banyak pesaing. Jadi, Mashar tidak berani mengambil resiko penurunan omzet mitra, jika mengerek harga jual produk.
Dengan harga jual yang sama, dia yakin, mitra bisa mengantongi omzet mulai dari Rp 220.000 hingga Rp 1,7 juta dalam sehari. Artinya, saban bulan mitra bisa meraup omzet berkisar Rp 6,6 - Rp 51 juta. Setelah lima tahun berjalan, mitra wajib membayar royalty fee 5% dari omzet. 

Sejauh ini, paket investasi yang ditawarkan Red Chicken tidak berubah dibandingkan tahun lalu. Red Chicken menawarkan enam paket pilihan, yakni paket mini konter senilai Rp 3,8 juta. Lalu, paket becak senilai Rp 6 juta. Paket booth dengan investasi Rp 6,8 juta. Paket motor roda tiga sebesar Rp 9,8 juta. Paket corner senilai Rp 19,8 juta. Adapun paket termahal, full resto dengan biaya Rp 68 juta.

Mashar mengklaim, keberhasilannya menggaet mitra juga didukung banyaknya pilihan paket yang ditawarkan. "Kebanyakan mitra tertarik beli paket mini konter, karena investasi yang relatif terjangkau," ujarnya.

Pria asli Semarang ini tidak menargetkan pertambahan jumlah mitra di tahun ini. Dia bilang, tahun ini ingin fokus memperbaiki kualitas produk. Dia akan menambah produk minuman, seperti es teh di setiap gerai Red Chicken.

Rocket Fried Chicken

Meski tidak secepat dua brand sebelumnya, namun bisnis Rocket Fried Chicken (RFC) asal Bandung masih menunjukkan pertumbuhan. Tahun lalu, RFC memiliki 70 gerai, di mana 60 gerai merupakan milik mitra. Tahun ini, RFC baru menambah lima gerai milik mitra. 

Marketing Franchise RFC Reno Syafrudin bilang, pertumbuhan agak lambat lantaran banyak kompetitor baru bermunculan di Bandung.

Menurut Reno, setidaknya ada dua brand franchise ayam goreng krispi baru yang hadir di Bandung. Keduanya menjadi kompetitor kuat RFC. "Mereka bahkan menawarkan paket waralaba yang lebih murah. Tapi, saat ini, kami belum berencana mengubah harga jual produk maupun paket franchise," katanya.

RFC menawarkan 4 paket investasi. Paket pertama, kios 24 meter persegi (m2) dengan investasi Rp 65 juta. Lalu, paket ruko 40 m2 sebesar Rp 105 juta. Paket mini cafe 80 m2 senilai Rp 165 juta, dan paket resto 120 m2 dengan investasi Rp 225 juta. 

Mitra akan dibekali dengan hak penggunaan merek Rocket Fried Chicken, manajemen dan sistem franchise yang teratur, dukungan survei dan training dari pusat, bahan baku, promosi, dan resep. 

Reno tidak mengubah besaran paket investasi, lantaran dia masih yakin bisnis ini menarik dan memberi keuntungan bagus. Asal tahu saja, target konsumen dari RFC cukup besar, yaitu dari kalangan menengah ke bawah. Harga menunya sangat terjangkau, yaitu berkisar Rp 6.000 hingga Rp 7000.
Mitra diharapkan bisa balik modal dalam 10-26 bulan. "Bahkan di Tolitoli, Sulawesi Tengah sudah ada yang balik modal dalam 6 bulan," klaim Reno. 

Kata Reno, supaya target balik modal tercapai, ia menyarankan mitra membuka gerai di lokasi yang belum  ada kompetitor. Selain itu, tempat juga harus cukup luas, agar bisa menarik konsumen yang betah nongkrong berlama-lama di gerai RFC. 

Unik Saja Tak Cukup, Pelanggan Harus Puas

bisnis waralaba ayam goreng masih menjanjikan. Maklum, masakan ayam goreng punya jutaan penggemar. Hanya saja, kata Konsultan Waralaba dari Proferb Consulting Erwin Halim, pemain di bisnis ini harus fokus pada keunikan produk supaya bisa tetap menggaet pelanggan.

Makanya , masing-masing pemilik merek waralaba ayam goreng harus mampu menonjolkan ciri khasnya. Jika tidak, usaha mereka akan mudah tergerus oleh kompetitor . “bumbunya harus beda dari pesaing,” ujarnya. Selain itu, para pemilik bisnis harus memperhatikan servis kepada pelanggan yakni cepat sekaligus nyaman.

Erwin memberikan ilustrasi pemain besar seperti KFC, A&W asal Amerika serikat bisa tumbuh besar karena punya keunikan. Mulai dari rasa dan pelayanan ke pelanggan. Makanya, mereka dapat dengan mudah menjaring pelanggan.Dalam sistem waralaba, kata Erwin penambahan jumlah gerai bukan satu-satunya ukuran bisnis tersebut dibilang maju. “Itu penting jadi suatu indikator. Tapi ada indikator lain, yakni bertahan atau bisa tidaknya bisnis ini dijalankan mitra,”kata Erwin.

Makanya, pemilik waralaba harus mendampingi calon mitra sebelum dan selama kerjasama terjalin.”Bukan apa-apa, banyak mitra yang ternyata kecewa setelah pelayanan pemilik waralaba dianggap tidak memuaskan,”imbuh Erwin. Banyaknya pilihan paket investasi juga bisa mempengaruhi pertumbuhan gerai. Untungnya, waralaba ayam goreng bervariasi, mulai dari paket Rp 6 juta, hingga Rp 55 juta untuk ukuran semi restoran.


Sumber : Kontan, 2 Maret 2013
             Revi Yohana, Marantina N, Pravita K, M. Noor Falih