Saturday, June 9, 2012

Peluang Piza Tak sehangat Dulu Lagi


JAKARTA. Piza jelas bukan makanan asli Indonesia. Tapi kita tak bisa menututup maya bahwa makanan ini popular dadn dapat diterima dengan baik oleh banyak kalangan.
            Bahkan kini penjaja pizza bertebaran mulai dari kelas premium hingga kaki lima. Alhasil, makanan asli Italia ini telah sejajar dengan burger, kebab, dan makanan impor yang lain.
            Penjaja pizza ini beberapa di antaranya merupakan waralaba. Umumnya mereka mengarap segemen pasar kelas menengah dengan menawarkan harga terjangkau. Beberapa tawaran waralaba pizza pernah diulas KONTAN.
Nah, bagaimana gambaran perkembanfan bisnis waralaba pizza tersebut sekarang? Berikut ulasannya”
Pizza Van Java
            Pada 2012 silam, KONTAN pernah mengulas tawaran kemitraan dari Pizza Van Java asal Cirebon, Jawa Barat. Kala itu, pizza Van java masih memiliki 11 gerai, delapan diantaranya milik mitra, kini, Pizza van java mengalami pertambahan mitra dari delapan mitra menjadi 11 mitra. Sementara gerai milik sendiri tetap tiga. Jadi cabang pizza Van Java kini ada 14 cabang, semuanya ada disekitar Cirebon, Jawa barat.
            Apik S Rizal, Manajer Pizza Van Java mengakui, pertumbuhan jumlah mitra dan bisnis Pizza Van Java tergolong lamban. Ia berdalih, pihaknya memang belum berencana melebarkan sayap bisnis ini keluar dari Cirebon.
            Untuk mempertahankan pasar dan meningkatkan jumlah mitra , Pizza Van Java berusaha menjaga kualitas produk.”Tujuannya agar pelanggan tidak lari ke tempat lain, dan adanya pelanggan baru,” papar Apik.
            Selain itu, Pizza Van Java juga gencar melakukan promosi lewat media online. Agar pelanggan terpikat, gerai pizza ini tidak menaikan harga yakni sebesar Rp 13.000-Rp 30.000 per loyang.
            Pun begitu biaya investasi juga tidak mengalami perubahan. Pertama, paket investasi Rp 25 juta. Dipaket ini, mitra akan memperoleh fasilitas pelatihan karyawan selama tiga hari, satu unit booth lengkap dengan peralatan masak. Lalu ada bahan baku awal, paket promosi, frezer dan seragam.
            Kedua, paket investasi Rp 75 juta. Untuk paket ini, selain fasilitas seperti paket pertama, juga ada tambahan bonus alat produksi pizza dan hak supplier Pizza Van Java, termasuk tiga unit boks motor.
            Dengan masa kerjasama selama mlima tahun, Apik mengatakan, mitra paket kedua juga berhak menjadi master franchise .” Omzet rata-rata mitra saat ini stabil di angka Rp 600.000 sampai Rp 850.000 perhari,”ujar Apik.
            Salah satu menu andalan Pizza van java adalah Fruit Javanesse Pizza. Menu ini memiliki khas topping buah buahan tropis. Seperti. Seperti pisang, jeruk, juga jagung.
Piramizza
            Pebisnis pizza lain adalah Piramizza yang berdiri sejak 2007 di Surabaya. Berbeda debgab tampilan kebanyakan pizza di pasaran, Piramizza mengusung pizza berbentuk es krim yang menarik.
            Ide pizza berbentuk es krim ini dicetuskan Ramadhan Yasmanto. Namun di tengah jalan manajemen Piramizza diambil alih PT Baba Rafi Indonesia dan sejak Agustus 2008 mereka menawarkan waralaba.
            Saat KONTAN mengulas Piramizza pada November 2008 lalu, Piramizza baru memiliki lima gerai milik sendiri di Surabaya. Kala itu, mereka menawarkan kemitraan dengan investasi senilai Rp 200 juta, untuk lima booth sekaligus. Selanjutnya operasional dijalankan sepenuhnya oleh franchisor. Dengan asumsi omzet Rp 400.000 per hari atau Rp 12 juta per gerai per bulan, mitra bisa balik modal dalam 17 bulan.
            Hendy Setiono, pemilik PT Baba Rafi Indonesia yang bertanggung jawab atas waralaba ini, mengatakan, sejak tahun 2010 peminat kemitraan Pirramizza cukup banyak. Akhirnya mereka mengubah paket investasi yang ditawarkan menjadi paket booth senilai Rp 45 juta, belum termasuk sewa tempat.
Dengan paket sebelumnya yakni investasi Rp 200 juta tersebut, Baba Rafi mampu membuka 30 gerai Piramizza. Kini, dengan tambahan paket booth Rp 45 juta, Piramizza sudah berkembang pesat dan memiliki 70 gerai di Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan Medan. "Dari total gerai ini, hanya 20% milik sendiri sedangkan sisanya milik mitra," ujar Hendy.

Menurut Hendy, dengan harga jual piza rata-rata Rp 15.000 per loyang, mitra bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 15 juta per bulan. Tapi, Piramizza mengenakan royalty fee 5% dari omzet.

Mitra bisa memperoleh laba bersih sekitar 25% dari omzet. "Balik modalnya kami perkirakan 1,5 tahun," jelasnya.

Hendy mengatakan, pihaknya akan akan terus mengembangkan produk piza Piramizza ini lewat beberapa inovasi. Prospek bisnis piza yang cukup bagus membuatnya optimistis bahwa target penambahan 30 gerai di tahun ini akan tercapai.

Rencananya, Hendy akan memboyong Piramizza ini ke Malaysia, seperti yang ia lakukan pada dua merek waralaba milik Baba Rafi sebelumnya yakni Kebab Turki dan Ayam Bakar Mas Mono.
Papa Ron's
            Papa Ron’s Pizza merupakan salah satu waralaba lokal yang cukup terkenal di kota-kota besar di Indonesia. Anak usaha PT Eatertainment Indonesia Tbk ini, memulai bisnisnya di tahun 2000. Dua tahun berselang, mereka menawarkan waralaba. Berbeda dengan gerai piza impor, Papa Ron's lebih menyasar kalangan menengah bawah.
            Pada tahun 2007, KONTAN pernah menulis waralaba Papa Ron's Pizza. Kala itu, jumlah gerainya sebanyak 46 cabang. Namun, tahun 2010 menyusut menjadi 34 gerai.
            Rupanya, sejak tahun 2007 sampai 2010, Papa Ron's telah menutup sebanyak 12 gerai, karena berbagai persoalan seperti tidak mendapat perpanjangan izin sewa tempat, atau pun mitra tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan kantor pusat. "Namun selain menutup gerai, kami juga membuka gerai baru," kata Noragraito, General Manager Papa Ron's.
            Pada pertengahan tahun 2012 ini, gerai Papa Ron's kembali menyusut. Saat ini jumlah gerainya sebanyak 33 yang tersebar di sejumlah kota besar di Indonesia. "Sebenarnya jumlah gerai kami ada 36 cabang, tapi tiga cabang yang berlokasi di Medan sedang bermasalah dengan kami, jadi kami tidak hitung," ujar Noragraito.
            Bagi calon investor yang berminat membuka gerai di suatu wilayah, Papa Ron's mensyaratkan investor harus merupakan penduduk lokal di wilayah masing-masing. Maklum, selain lebih mengetahui wilayahnya, ia berharap investor bisa terjun langsung membesarkan usahanya.
            Noragraito bilang, investor harus menyediakan dana investasi antara Rp 1,5 miliar hingga Rp 2 miliar. Selain itu, manajemen juga akan memungut biaya royalti sebesar 5% dan fee sebesar US$ 25.000 untuk masa kerja sama delapan tahun. "Jika mereka menjalankannya dengan benar, dalam waktu 3,5 tahun modal sudah pasti kembali," ujarnya. Sejak 2010 sampai saat ini biaya investasi tersebut belum mengalami perubahan.
            Untuk mempertahankan pangsa pasar, Papa Ron's konsisten mempertahankan kualitas produk. Sehingga semua produk piza yang dijual di gerai Papa Ron's milik mitra memiliki kualitas yang sama. Manajemen Papa Ron's rajin mengevaluasi mitra, kalau tidak bisa ikut standar maka akan diputus.

Peluang Piza Murah Lebih Besar
WARALABA dan kemitraan piza di Indonesia memiliki pasar yang masih cukup luas. Terutama di segmen menengah kebawah yang masih tergolong awam terhadap raa makanan ini. Karenanya, makanan ini bisa dimodifikasi dan dikenalkan ke mayarakat dengan murah. Bisnis ini sudah banyak digarap oleh pewaralaba piza lokal yang menawarkan investasi dengan nilai nominal tak terlalu besar.
            Menurut pengamat waralaba dari Proverb Consulting Erwin Halim, piza yang menyasar pasar kelas mengah bahwa menembus pasar yang ada saat ini pun bukanlah perkara mudah. “Mungkin masih banyak masyarakat yang tidak terbiasa dengan piza, sebab ini kan makanan khas Eropa, sementara kita lidah Asia,”ujar Erwin.
            Untuk itu, pelaku usaha piza ini perlu lebih gencar melakukan promosi dan memberikan informasi yang banyak ke pasar mengenai produk dan brand yang mereka usung. Selain itu, pengusaha piza juga menyediakan varian rasa yang disesuaikan dengan keinginan konsumen. Pengusaha bisa memainkan rasa hingga harga tapi tetap pada taraf yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat.”Terus mencari celah serta perbanyak keunikan,” imbuhnya.
            Erwin mengingatkan, bisnis ini berkaitan dengan lidah masyarakat karenanya selera masyarakat harus tetap diperhatikan. Jika pasar telah mengenal makanan serta rasanya, ditambah harga yang relatif terjangkau, bukan mustahil piza dengan harga murah diminati di kelasnya.

Sumber : Kontan, 9 Juni 2012 
               Noverius Laoli, Fahriyadi, revi Yohana Simanjuntak

No comments:

Post a Comment